Pimpinan Pusat Muhammadiyah bekerjasama dengan Mahkamah Konstitusi, untuk kedua kalinya, pada tanggal 2-4 April 2010 menyelenggarakan Temu Wicara Mahkamah Konstitusi Dalam Sistem Ketatanegaraan RI di Hotel Gran Melia Jakarta. Acara ini menjadi bagian dari program pendidikan kesadaran berkonstitusi Lembaga Hukum dan HAM PP Muhammadiyah. Kegiatan ini dibuka oleh Prof.Dr. Mahfud MD, Ketua MKRI sekaligus memberikan ceramah kepada para peserta. Pada acara yang dihadiri oleh Lamaga Hukum dan HAM Muhammadiyah se-Indonesia tersebut, Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof. Dien Syamsuddin memberikan sambutan dan juga arahan.
Di bawah ini adalah transkrip Sambutan Prof. Dien Syamsuddin yang direkam dan sedikit editing oleh Yunan Hilmy al-Anshary sebagai peserta yang mewakili Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Bekasi.
Prof.Dr. Dien Syamsuddin
Bagi Muhammadiyah konstitusi negara adalah sebuah mahkota dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dan Muhammadiyah merasa ikut membentuk konstitusi itu. Jauh sebelum kemerdekaan sejak perdebatan tentang dasar negara yang kemudian melahirkan Piagam Jakarta, terdapat tokoh-tokoh Muhammadiyah. Begitu pula sekitar kemerdekaan, baik pada BPUPKI maupun pada PPKI banyak sekali figur-figur Muhammadiyah di dalam pembahasan dan pedebatan tersebut. Bahkan Ketua PP Muhammadiyah waktu itu Ki Bagoes Hadikoesoemo sangat berjasa dalam menyelamatkan bangsa dan negara baru ketika ada keberatan terhadap tujuh kata pada Piagam Jakarta yang sangat potensial untuk membawa disintegrasi terhadap negara baru. Beliaulah yang mengusulkan perubahan sehingga menjadi Sila pertama pada Pancasila sekarang, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu bagi Muhammadiyah komitmen konstitusional dan khususnya komitmen terhadap NKRI yang berdasarkan Pancasila tidak hanya ideal tapi final.
Oleh karena itu setiap dasawarsa sejak kemerdekaan, Muhammadiyah terlibat secara aktif dalam partisipasi kebangsaan untuk mengisi kemerdekaan itu. Bahkan mengambil alih, kalau boleh disebut demikian, sebagian dari tugas-tugas konstitusional negara atau Pemerintah, seperti pencerdasan kehidupan bangsa, Muhammadiyah ikut berpartisipasi dalam menyelenggarakan sekolah dari tingkat TK hingga perguruan tinggi, termasuk juga pada amar imperatif konstitusi yang lain baik dalam pemberdayaan ekonomi, pelayanan sosial, kesehatan, dan lain sebagainya. Ini menunjukkan bahwa bagi kita wawasan konsitusional sekaligus komitmen dan kesadaran berkonstitusi haruslah kita kedepankan.
Muhammadiyah mengamati dan mencermati dengan penuh syukur dan kegembiraan kiprah dari Mahkamah Konstitusi (MK) sejak didirikannya beberapa tahun yang lalu, bagi Muhammadiyah ini adalah satu keharusan. MK diharapkan mampu menjadi pendorong utama (prime over) di dalam proses konsolidasi demokrasi Indonesia yang agaknya belum selesai. PP Muhammadiyah dalam konteks itu pula, sebagai amanat sidang Tanwir di Bandar Lampung pada bulan Maret yang lalu mengamanatkan kepada Tim yang terdiri dari 17 pakar Muhammadiyah, telah menghasilkan sebuah pikiran yang bejudul "Revitalisasi Visi dan Karakter Bangsa" sebagai agenda Indonesia lima tahun ke depan yang antara lain membuat pikiran-pikiran, usulan-usulan kepada pemerintah dalam rangka mendorong demokratisasi sekaligus proses demokratisasi yang bertumpu pada nila-nilai etika dan moral. Selain pada bidang ekonomi dan sosial budaya, tidak kalah pentingnya bagi Muhammadiyah adalah revitalisasi karakter bangsa (character nation and character building) tetap menjadi ageda kita untuk masa yang akan datang.
Kita bergembira mengamati MK, khususnya akhir-akhir ini. Di bawah kepemimpinan Prof.Dr. Mahfud yang selain proaktif, responsif tapi ada nuansa keberanian. Nuansa keberanian ini saya rasa sangat mahal, di dalamnya ada prakarsa, di dalamnya ada keberanian itu sendiri yang dalam perspektif teologis Islam orang-orang seperti itu hanyalah orang-orang yang senantiasa bertawakkal kepada Allah Swt. Karena tidak mungkin ada keberanian ketika kita menjadi orang-orang yang terbelenggu oleh orang lain, bukan menjadi orang-orang merdeka. Dan saya berharap orang-orang Muhammadiyah adalah orang yang merdeka.
Maka oleh karena itu pulalah komitmen konstitusional kita khususnya di dalam berorganisasi di Muhamadiyah. Muhammadiyah dinilai sebagai salah satu organisasi yang memiliki dokumen-dokumen keorganisasian dasar yang paling lengkap dan paling kuat dan acuan kita kepada konstitusi sangat kuat juga. Akhir-akhir ini banyak pertanyaan, bagaimana Muktamar yang akan datang? Muhammadiyah mempunyai budaya kepemimpinan yang khas dan kedua juga memiliki mekanisme pemelihan yang khas Muhammadiyah. Dengan dua ini budaya kepemimpinan bagi kami (Muhammadiyah) jabatan itu adalah amanah dan berorganisasi adalah sarana pengabdian. Maka jabatan itu bukan sesuatu yang dicari apalagi dicari-cari dan apalagi diperebutkan. Oleh karena itu semuanya harus mengalir berdasarkan konstitusi. Dan bagi Muhammadiyah, selain Anggaran Dasar dan ART, (semacam) Tata Cara Pemilihan sudah menjadi baku dan itu menjadi bagian dari ART sendiri dan sering diperkuat oleh sidang Tanwir-sidang Tanwir yang merupakan permusyawaratan tertinggi di bawah Muktamar. Maka di dalam Muktamar itu tidak akan ada lagi pembahasan Tata Tertib dan proses pemilihannya panjang: ada pengusulan anggota Tanwir sebagai electoral college kemudian diminta kesediaan dengan persyaratan yang sudah disepakati bersama, masih diteliti lagi oleh sidang yang melekat dengan Muktamar dan masih dipilih lagi oleh Muktamar dan pemilihan itu bersifat kolektif.
Maka ketika banyak orang bertanya kepada saya, apakah ada kemungkinan intervensi terhadap Muktamar Muhammadiyah, saya katakan mungkin-mungkin saja karena di dalam kehidupan politik selalu ada interest apalagi dalam kaitan konstelasi politik kita dewasa ini dengan multi party system dan tentu partai-partai politik berkepentingan dengan ormas-ormas. Sementara kita merasa, “ormas bagaikan lembu punya susu tapi sapi punya nama, ormas punya anggota tapi partai politik yang memanfaatkannya.” Ini tetap menjadi diskusi-diskusi intern Muhammadiyah maka saya berkeyakinan apa yang dikhawatirkan oleh pihak-pihak luar itu tidak akan terjadi karena saya yakin pimpinan Muhammadiyah seperti yang hadir di ruang ini adalah orang-orang cerdas, adalah orang-orang merdeka yang tentu mereka sangat mengedepankan konstitusi organsasi.
Oleh karena itu poin saya yang terakhir, tidak hanya komitmen kesadaran konstitusional kita terhadap negara yang tidak hanya pernyataan final dan ideal tapi juga ada tanggung jawab pengisian yang dilakukan muhammadiyah selama ini dan Muhammadiyah tidak pernah lelah dalam hampir seratus tahun usianya untuk berkiprah bagi bangsa dan negara. Saya sering katakan di daerah-daerah, siapapun pemerintahnya Muhammadiyah tetap berhidmat bagi bangsa dan negara. Siapapun Presidennya Muhammadiyah tidak pernah kenal lelah untuk berkiprah bagi bangsa dan negara.
Kegiatan ini sangat baik sekali, manfaatkanlah untuk pendalaman kita terhadap konstitusi negara kita dan yang tidak kalah penting bagaimana hasil dari temu wicara ini dapat diteruskan, disosialisasikan ke lingkungan-lingkungan persyarikatan tingkat daerah, cabang, ranting, dalam komunitas yang lebih kecil lagi: jamaah Muhammadiah, amal-amal usaha Muhammadiyah, organisasi-organisasi otonom sehingga kegiatan ini akan bermakna. Kerja sama ini perlu diteruskan.
Kedepan kita siap bekerjasama dengan MK dan Muhammadiyah dalam konteks konsolidasi demokrasi di Indonesia, siap sedia berada di belakang MK untuk menegakkan konstitusi sebagai pedoman kita dalam berbangsa dan bernegara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar