Jumat, 10 Juni 2011

Benarkah Bendera Indonesia Adalah Bendera Rasulullah ?

Bendera Rasulullah ???
Bendera Rasulullah ???
Sang Saka Merah Putih, demikian bendera kebesaran negeri ini disebut. Hampir setiap anak bangsa memiliki ikatan Emosional dengan bendera kebanggaan perlambang tanah tumpah darah tersebut. Namun sayangnya banyak generasi penerus bangsa ini yang ternyata kurang faham mengenai sejarah “sakral” penggunaan dwi warna tersebut pada warna bendera Indonesia. Memang ada beberapa versi mengenai asal mula penggunaan dwi warna (merah dan putih) pada warna bendera kita. Dan salah satu yang paling terkenal -namun sebenarnya sangat konyol- adalah sejarah penyobekan bendera Belanda pada peristiwa Hotel Yamato Surabaya. Saat itu para pejuang kita menyerbu naik ke puncak Hotel Yamato tempat bendera Belanda ditancapkan dan para pejuang tersebut berhasil menyobek warna biru pada sisi bawah bendera Belanda, hingga hanya tersisa warna merah putih saja yang merupakan warna bendera Indonesia. Tidak dapat dipungkiri bahwa inilah salah satu versi sejarah yang meskipun salah namun telah terpatri kuat di benak para anak bangsa negeri ini, pasalnya hal tersebut telah lama didoktrinkan melalui buku-buku pelajaran sejarah mulai tingkat SD hingga ke tingkat pendidikan yang lebih lanjut. Padahal peristiwa tersebut berlangsung pada 19 September 1945, jauh berselang sebulan setelah dikibarkannya sang saka merah putih secara resmi ke mata dunia Internasional sebagai bendera negara Indonesia pada peristiwa proklamasi 17 Agustus 1945.

Sebenarnya ihwal penggunaan warna merah dan putih pada babak per babak sejarah negeri ini sudah sangat panjang yang dimulai pada era pra Indonesia hingga lahirlah negara yang bernama Indonesia ini. Dan dwi warna “suci” tersebut ternyata juga sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari masyarakat (pra) Indonesia kala itu. Pada era kejayaan Majapahit, penggunaan atribut “kehidupan” yang berwarna merah dan putih sudah sangat lumrah digunakan. Dikisahkan bahwa putri Dara Jingga dan Dara Perak yang dibawa oleh tentara Pamelayu juga mangandung unsur warna merah dan putih (jingga=merah, dan perak=putih). Tempat raja Hayam Wuruk bersemayam saat itu juga disebut sebagai keraton merah – putih, sebab tembok yang melingkari kerajaan itu terdiri dari batu bata merah dan lantainya diplester warna putih. Empu Prapanca pengarang buku Negarakertagama mengisahkan ihwal digunakannya warna merah – putih pada upacara kebesaran Raja Hayam Wuruk. Kereta pembesar – pembesar yang menghadiri pesta juga banyak dihiasi merah – putih seperti yang dikendarai oleh Putri raja Lasem. Kereta putri Daha digambari buah maja warna merah dengan dasar putih, maka dapat disimpulkan bahwa pada zaman Majapahit warna merah – putih sudah merupakan warna yang dianggap mulia dan diagungkan. Salah satu peninggalan Majapahit adalah cincin warna merah putih yang konon dianggap sebagai penghubung antara Majapahit dengan Mataram sebagai kelanjutan. Dalam Keraton Solo terdapat panji – panji peninggalan Kyai Ageng Tarub turunan Raja Brawijaya yaitu Raja Majapahit terakhir. Panji – panji tersebut berdasar kain putih dan bertuliskan arab jawa yang digaris atasnya warna merah. Hasil penelitian panitia kepujanggaan Yogyakarta berkesimpulan antara lain nama bendera itu adalah Gula Kelapa . dilihat dari warna merah dan putih. Gula warna merah artinya berani, dan kelapa warna putih artinya suci.

Ketika terjadi perang Diponegoro pada tahun 1825-1830 di tengah – tengah pasukan Diponegoro yang beribu – ribu jumlahnya juga terlihat kibaran bendera merah – putih, demikian juga di lereng – lereng gunung dan desa – desa yang dikuasai Pangeran Diponegoro banyak terlihat kibaran bendera merah – putih. Kemudian pada peristiwa perang di Aceh, pejuang – pejuang Aceh telah menggunakan bendera perang berupa umbul-umbul dengan warna merah dan putih yang berlatar belakang (background) gambar pedang, bulan sabit, matahari, dan bintang serta beberapa ayat suci Al Quran dalam perang melawan penjajah kafir Belanda kala itu. Selain itu, ada pula bendera perang Sisingamangaraja IX dari tanah Batak yang ternyata juga memakai warna Merah Putih sebagai warna benderanya dan bergambar pedang kembar warna Putih dengan dasar Merah Menyala dan Putih yang melambangkan Piso Gaja Dompak, sebutan untuk pusaka raja-raja Sisingamangaraja I-XII. Warna Merah & Putih sendiri adalah warna bendera perang Sisingamangaraja XII. Kemudian di Sulawesi, tepatnya di daerah Bone dan Sopeng, dimana pada zaman dahulu dikenal adanya Woromporang yang berwarna putih disertai dua umbul – umbul di kiri dan kanannya. Bendera tersebut tidak hanya berkibar di daratan, tetapi juga di samudera , di atas tiang armada Bugis yang memang termasyhur sebagai para pelaut ulung.

Dan kala masuk sejarah masa pergerakan negeri ini, pengibaran bendera merah putih -dengan gambar kepala kerbau di tengahnya pada Cover buku yang berjudul Indonesia Merdeka yang membawa pengaruh bangkitnya semangat kebangsaan untuk mencapai Indonesia Merdeka- pertama kali juga digunakan oleh para mahasiswa Indonesia di Belanda yang bernaung dalam Perhimpunan Indonesia pada tahun1922. Warna Merah dan Putih dengan latar belakang kepala banteng juga diadopsi oleh Ir. Soekarno sebagai warna bendera Partai Nasional Indonesia yang didirikannya pada tahun 1927. Dan puncaknya adalah pada Kongres Pemuda pada tahun 1928 yang merupakan momentum yang sangat bersejarah yang ditandai dengan lahirnya “Sumpah Pemuda”. Pada kongres itu untuk kali pertama digunakan hiasan merah – putih tanpa gambar atau tulisan, sebagai warna bendera kebangsaan dan untuk pertama kalinya pula diperdengarkan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Dan saat kongres pemuda berlangsung, suasana merah – putih juga makin marak yang dibuktikan dengan dikenakannya “kokarde” (semacam tanda panitia) dengan warna merah putih yang dipasang di dada kiri panitia kongres. Demikian juga pada anggota padvinder atau pandu -suatu organisasi kepanduan yang bersifat nasional dan menunjukkan identitas kebangsaan yang ikut aktif dalam kongres menggunakan dasi berwarna merah – putih.

Menilik sedemikian menyejarahnya warna merah dan putih pada babakan sejarah bangsa ini kemudian menimbulkan sebuah tanya besar dalam benak kita, adakah pengaruh atau sentuhan ajaran Islam yang juga mendasari filosofi digunakannya warna merah dan putih dalam bendera kebangsaan Indonesia Raya tersebut.

Bendera Rasulullah
Warna Merah dan Putih ternyata juga melekat erat dengan atribut Rasulullah. Seperti yang diriwayatkan oleh Jabir bin Samurah ra yang berkata: “Saya ketika itu melihat Nabi berpakaian merah. Kemudian saya membandingkannya dengan melihat bulan. Ternyata dalam pengamatan saya, beliau lebih indah daripada bulan.” (HR. Abu Ya’la dan Al-Baihaqi). Dan juga yang diriwayatkan oleh Ibnu Qudamah yang berkata, “Pakaian yang paling utama adalah pakaian yang berwarna putih karena Nabi bersabda, ‘Sebaik-baik pakaian kalian adalah yang berwarna putih. Gunakanlah sebagai pakaian kalian dan kain kafan kalian.” (al Mughni, 3/229). Bahkan Rasulullah juga pernah bersabda seperti yang dijelaskan oleh Imam Muslim, “Allah menunjukkan kepadaku bumi. Aku ditunjukkan pula Timur dan Baratnya. Allah menganugerahkan kepadaku warna yang indah. Yaitu Al Ahmar Wal Abyadh (Merah dan Putih).” (Kitab Al Fitan Jilid X hal. 340). Dan atas dasar inilah para Ulama yang notabene adalah motor utama perintis kemerdekaan bangsa ini sejak abad ke-7 M mulai mengembangkan bendera merah putih menjadi bendera umat Islam yang merupakan komponen mayoritas bangsa Indonesia. Mereka juga mulai membudayakan warna merah dan putih sebagai lambang penyambutan kelahiran bayi dan tahun baru Islam dengan bubur merah putih. Dan dilazimkan pula pada saat membangun rumah agar dikibarkan bendera Merah Putih di bubungan atap rumah yang sedang dibangun. (Api Sejarah, karya Prof.Ahmad Mansur Suryanegara )
Warna Merah dan Putih sebenarnya juga sangat erat dengan unsur kehidupan manusia dan lingkungan tempatnya hidup. Unsur darah dalam tubuh manusia juga terdiri dari dua unsur utama, sel darah merah dan sel darah putih. Secara Geologi, warna merah dan putih juga mewakili 2 unsur alami di bumi, yaitu yang terpanas berwarna merah (lava/isi perut bumi dan gunung) dan yang terdingin adalah salju yang berwarna putih. Secara optik, Merah adalah warna dengan frekuensi cahaya paling rendah yang masih mampu ditangkap oleh mata manusia dengan panjang gelombang 630-760 nm. Di sisi lain, bila seluruh warna dasar digabung dengan porsi dan intensitas yang sama, maka akan terbentuk warna Putih yang merupakan warna dasar. Cahaya Merah juga merupakan cahaya yang pertama diserap oleh air laut, sehingga banyak ikan dan invertebrata kelautan yang berwarna Merah. Di sisi lain, riak gelombang air laut selalu terlihat berwarna Putih. Jadi, dapat disimpulkan bahwa warna Merah Putih itu merupakan simbolisasi dari laut itu sendiri. Tak heran, jika Indonesia yang merupakan negara maritim / negara kepulauan memilih untuk memiliki bendera Merah Putih.

Melihat berbagai fakta tersebut, kita dapat mengetahui bahwa ternyata bangsa ini bukan hanya besar secara jumlah penduduk dan potensi sumber daya alamnya saja, namun juga besar secara cita-cita Filosofisnya. Hal ini dibuktikan salah satunya dengan pemilihan warna benderanya yang merupakan “warna bendera Rasulullah” (mengutip pernyataan Prof. Ahmad Mansur Suryanegara) yang mengandung nilai-nilai filosofi yang tinggi. Dan tugas kita sebagai anak bangsa selanjutnya adalah meneruskan estafet perjuangan dan mewujudkan cita-cita mulia para “datuk” perintis bangsa ini. Dengan semangat Merah Putih tentunya.
Diseduh Oleh : Musyaf  Senyapena (senyapena@gmail.com twitter : @musyafucino)
Diseduh Di       : Senyapandaan
Note :
Pernah dimuat Radar Bromo (Jawa Pos Groups) dalam Rubrik Colosseum, Minggu 27 Maret 2011

MERAH PUTIH BENDERA RASULULLAH SAW


Oleh : Margono Dwi Susilo

Memasuki bulan Agustus, bendera merah putih semarak menghiasi langit nusantara menghormati proklamasi Soekarno-Hatta. Hal demikian sudah rutin selama puluhan tahun, sehingga tidak ada kebanggaan yang lebih. Lain misalnya jika merah putih berkibar di ajang piala dunia FIFA World Cup. Dijamin nusantara akan semarak dengan merah putih, tanpa harus menunggu bulan Agustus.
Yang patut disesali adalah bahwa merah-putih oleh sebagian masyarakat masih ditafsirkan sebagai “reinkarnasi” simbol-simbol jawa. Memang Muhammad Yamin menuliskan merah putih (gula kelapa) merupakan bendera kerajaan Majapahit di Jawa Timur, dan pernah pula dipakai oleh Kerajaan Mataram di Jawa Tengah. Kombinasi merah putih dipelihara oleh tradisi Jawa, misalnya dalam upacara selamatan yang menggunakan jenang abang putih (bubur merah putih). Atau dalam pembuatan rumah di kampung-kampung di Jawa masih mensyaratkan adanya kain merah putih yang dibalutkan pada blandar, kayu yang digunakan untuk penyangga kuda kuda atap rumah.
Muhammad Yamin tentu saja tidak setuju jika merah putih merupakan warna tipikal Jawa atau mewakili agama tertentu. Dengan argumen yang penuh data historis, Yamin menegaskan bahwa Kerajaan Sriwijaya di Sumatera yang Budhis juga menggunakan warna ini. Tradisi orang Papua juga menghormati merah putih, misalnya dengan “pepeda” (campuran sagu putih dengan buah soradi berwarna merah). Dalam bukunya yang terkenal, 6000 Tahun Sang Merah Putih (terbit tahun 1951), Yamin menegaskan bahwa usia sang merah putih telah mencapai 6000 tahun, jauh sebelum kebudayaan Jawa terdefinisikan dan sebelum Hindu mendominasi Nusantara.
Menurut Yamin, sekitar 6000 tahun yang lalu terjadi perpindahan orang-orang Austronesia ke Nusantara Indonesia melalui semenanjung Malaya dan Philipina. Pada zaman itu manusia memiliki cara penghormatan atau pemujaan terhadap matahari dan bulan. Matahari dianggap sebagai lambang warna merah dan bulan sebagai lambang warna putih. Sehingga zaman itu disebut pula zaman aditya candra. Aditya berarti matahari, candra berarti bulan. Penghormatan terhadap merah putih seusia migrasi orang-orang yang kelak di sebut bangsa Indonesia 6000 tahun yang lalu. Sama sekali tidak ada hubungannya dengan suku atau agama tertentu.
Bendera Islam dan Bendera Rasulullah SAW
Kombinasi bulan sabit dan bintang telah identik dengan dunia islam, sejajar dengan salib di dunia kristen, bintang David pada yahudi, mandala budhisme. Tercatat ada sepuluh negara yang mayoritas berpenduduk muslim menggunakan bendera bulan sabit dan bintang (atau bulan sabit saja) antara lain Turki, Komoro, Tunisia, Aljazair, Mauritania, Maladewa, Pakistan, Malaysia, Turkmenistan dan Uzbekistan. Yang mengejutkan justru negara negara di jazirah Arab tidak menggunakan bulan sabit dan bintang sebagai bendera atau lambang negara. Sebut saja Saudi Arabia, berbendera warna dasar hijau dengan tulisan arab dua kalimah syahadat dengan kombinasi pedang zulfikar di bawah.
Bendera atau simbol “bulan sabit dan bintang” berkembang pesat sebagai ciri khas dunia islam saat Turki Ustmaniyah sebagai khilafah islam terakhir menggunakannya sebagai bendera kekhilafahan. Kesultanan Aceh merupakan entitas politik yang mempunyai hubungan khusus dengan Turki Ustmaniyah. Pada abad ke-16 Sultan Aceh Alauddin Riayat Syah mengirim Duta Besar Husain Effendi ke Istanbul meminta bantuan pasukan untuk memerangi Portugis yang hendak menyerang Aceh, dengan imbalan Aceh mengakui Turki sebagai khilafah dunia islam. Sultan Turki, Selim II mengabulkan permintaan tersebut dengan mengirimkan Armada Suez yang dipimpin Laksamana Kurtoglu Hizir Reis. Dengan bantuan Turki Aceh terlepas dari penjajahan Portugis. Karena hubungan yang istimewa tersebut Kesultanan Aceh mendapat “hadiah” bendera merah bulan bintang dari Ustmaniyah. Bendera ini dipelihara selama berabad-abad oleh bangsa Aceh. Bendera warisan Turki tersebut lalu dimodifikasi oleh Hasan Tiro menjadi bendera GAM (Gerakan Aceh Merdeka), berwarna dasar merah dengan dua strip hitam/putih horisontal dengan lambang bulan sabit dan bintang. Apakah memang bulan bintang merupakan simbol otentik islam? menunjukkan bahwa lambang bulan sabit dan bintang telah lama digunakan sebelum masa Islam.
Bukti-bukti Lambang bulan sabit telah digunakan oleh masyarakat Yunani yang mendirikan kota Byzantium sejak 670 SM. Mereka menggunakan lambang tersebut dalam kaitannya dengan penyembahan Artemis, Dewi Bulan dan perburuan. Byzantium jatuh ke tangan Romawi pada abad ke-2 SM. Ketika Kaisar Konstantine I berkuasa (306-337 M) ia mengadakan perubahan penting, Byzantium menjadi Konstatinople, lambang bulan sabit ditambah dengan bintang yang melambangkan Bunda Maria, Ibunda Yesus. Sejak itu bulan sabit dan bintang menjadi simbol Konstantinople, ibukota Romawi Timur. Konstantinople jatuh ke tangan Turki Ustmaniyah pada tahun 1453 M. Simbol bulan sabit dan bintang digunakan oleh berbagai laskar Ustmaniyah, selanjutnya, bahkan bulan sabit dan bintang menjadi bendera Turki Ustmaniyah.
Imperium Persia juga menggunakan bulan sabit dan bintang. Bahkan lambang tersebut tercantum pada mata uang yang dikeluarkan oleh Khosrau II. Dialah Kisra yang merobek-robek surat Rasulullah SAW. Dengan kenyataan sejarah seperti itu masihkah kita menganggap bulan bintang sebagai simbol otentik islam?
Akhir akhir ini muncul organisasi yang mengusung ide khilafah, seperti Hizbut Tahrir, yang menggunakan panji warna hitam dengan tulisan dua kalimah syahadat dan bendera warna putih dengan tulisan sama. Hizbut Tahrir menegaskan itulah panji dan bendera Rasulullah sesuai riwayat beberapa hadits. Walau telah ada pendapat yang menyatakan bahwa panji berwarna dasar hitam sesungguhnya merupakan panji Bani Abasiyah yang sudah ada sebelum islam. Sedangkan warna putih boleh jadi merupakan warna universal yang bermakna kesucian atau perdamaian. Perlu diingat bahwa saat Rasulullah menaklukan Mekah dengan damai (futuh Mekah), bendera putih itulah yang dikibarkan oleh kaum muslimin pengikut Rasulullah.
Menurutnya Ahmad Mansur Suryanegara Sang Saka Merah Putih merupakan sumbangan dari ulama Indonesia. Para ulama berjuang untuk mengenalkan Sang Saka Merah Putih adalah bendera Rasulullah SAW dengan mengajarkannya kembali sejak abad ke-7 M atau abad ke-1 H, bersamaan dengan masuknya agama islam ke Nusantara. Kemudian, Sang Saka Merah Putih dibudayakan dengan berbagai sarana : pertama, pada setiap pembicaraan atau pengantar buku diucapkan atau dituliskan “sekapur sirih” dan “seulas pinang”. Tidakkah kapur dengan sirih akan melahirkan warna merah dan apabila buang pinang diiris akan terlihat di dalamnya berwarna putih? Kedua, budaya menyambut kelahiran dan pemberian nama bayi, serta tahun baru islam dirayakan dengan menyajikan bubur merah putih. Ketiga, pada saat membangun rumah, di suhunan atas dikibarkan Sang Merah Putih. Keempat, setiap hari Jumat, mimbar di Masjid Agung atau Masjid Raya dihiasi dengan bendera merah putih. Warna ini sengaja dibaurkan dengan adat kebiasaan agar lestari dan dapat diterima oleh semua golongan.
Tentang merah putih merupakan bendera Rasulullah SAW, Ahmad Mansur Suryanegara menukilkan hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dalam Kitab Al Fitan, Jilid X, halaman 340, dari Qasthalani (pengalih bahasa Drs.Muhammad Zuhri tahun 1982) : Rasulullah SAW bersabda Innallaha zawaliyal ardha, masyaariqaha wa maghariba ha wa a’thanil kanzaini ‘Al-Ahmar wal Abjadh’ (artinya Allah menunjukkan kepadaku dunia, menunjukkan pula timur dan barat, menganugerahkan dua kazanah kepadaku “Merah-Putih.”
Lebih jauh Ahmad Mansur Suryanegara menerangkan bahwa warna merah digunakan untuk memanggil nama-nama istri para Nabi. Rasulullah SAW memanggil Siti Aisyah ra dengan humairah yang artinya merah. Busana Rasulullah SAW yang indah juga berwarna merah. Busana warna putih juga dikenakan beliau. Sarung pedang Rasulullah SAW dan Ali pun berwarna merah. Sementara sarung pedang Khalid bin Walid berwarna merah putih. Warna merah putih adalah lambang kehidupan. Merah merepresentasikan darah, putih merepresentasikan air susu ibu. Oleh karena itu kelahiran bayi disertai dengan pembuatan bubur merah putih.
Sang Saka Merah Putih telah berusia 65 tahun sejak ditetapkan dalam konstitusi 1945 sebagai bendera negara. Sebagai bendera kebangsaan ia telah diterima sejak sumpah pemuda 1928. Tetapi sebagai bagian dari sejarah manusia nusantara, merah putih telah dihormati seiring dengan migrasi ras Austronesia 6000 tahun yang lalu. Merah putih adalah “bendera” Rasulullah SAW yang dilebur oleh ulama dalam adat kebiasaan masyarakat nusantara agar lestari dan diterima oleh seluruh golongan. Sebaliknya bulan bintang yang secara turun temurun kita anggap sebagai simbol islam justru berasal dari budaya lain.
Kita peringati kelahiran Indonesia, kita peringati pula kibaran pertama merah putih di Pegangsaan Timur Nomor 56 Jakarta. Dirgahayu Indonesiaku.


Penulis adalah PNS Departemen Keuangan-DJKN.
Pemerhati masalah Sosial dan budaya.
Tinggal di Banda Aceh

http://www.kaskus.us/showthread.php?p=260925667

Senin, 06 Juni 2011

Naskah Pidato Bung Tomo


Bismillahirrohmanirrohim..
MERDEKA!!!

Saudara-saudara rakyat jelata di seluruh Indonesia
terutama saudara-saudara penduduk kota Surabaya
kita semuanya telah mengetahui bahwa hari ini
tentara inggris telah menyebarkan pamflet-pamflet
yang memberikan suatu ancaman kepada kita semua
kita diwajibkan untuk dalam waktu yang mereka tentukan
menyerahkan senjata-senjata yang telah kita rebut dari tangannya tentara jepang
mereka telah minta supaya kita datang pada mereka itu dengan mengangkat tangan
mereka telah minta supaya kita semua datang pada mereka itu dengan membawa bendera puitih tanda bahwa kita menyerah kepada mereka
Saudara-saudara
di dalam pertempuran-pertempuran yang lampau kita sekalian telah menunjukkan
bahwa rakyat Indonesia di Surabaya
pemuda-pemuda yang berasal dari Maluku
pemuda-pemuda yang berawal dari Sulawesi
pemuda-pemuda yang berasal dari Pulau Bali
pemuda-pemuda yang berasal dari Kalimantan
pemuda-pemuda dari seluruh Sumatera
pemuda Aceh, pemuda Tapanuli, dan seluruh pemuda Indonesia yang ada di surabaya ini
di dalam pasukan-pasukan mereka masing-masing
dengan pasukan-pasukan rakyat yang dibentuk di kampung-kampung
telah menunjukkan satu pertahanan yang tidak bisa dijebol
telah menunjukkan satu kekuatan sehingga mereka itu terjepit di mana-mana
hanya karena taktik yang licik daripada mereka itu saudara-saudara
dengan mendatangkan presiden dan pemimpin2 lainnya ke Surabaya ini
maka kita ini tunduk utuk memberhentikan pentempuran
tetapi pada masa itu mereka telah memperkuat diri
dan setelah kuat sekarang inilah keadaannya
Saudara-saudara kita semuanya
kita bangsa indonesia yang ada di Surabaya ini
akan menerima tantangan tentara inggris itu
dan kalau pimpinan tentara inggris yang ada di Surabaya
ingin mendengarkan jawaban rakyat Indoneisa
ingin mendengarkan jawaban seluruh pemuda Indoneisa yang ada di Surabaya ini
dengarkanlah ini tentara inggris
ini jawaban kita
ini jawaban rakyat Surabaya
ini jawaban pemuda Indoneisa kepada kau sekalian
hai tentara inggris
kau menghendaki bahwa kita ini akan membawa bendera putih untuk takluk kepadamu
kau menyuruh kita mengangkat tangan datang kepadamu
kau menyuruh kita membawa senjata2 yang telah kita rampas dari tentara jepang untuk diserahkan kepadamu
tuntutan itu walaupun kita tahu bahwa kau sekali lagi akan mengancam kita
untuk menggempur kita dengan kekuatan yang ada
tetapi inilah jawaban kita:
selama banteng-banteng Indonesia masih mempunyai darah merah
yang dapat membikin secarik kain putih merah dan putih
maka selama itu tidak akan kita akan mau menyerah kepada siapapun juga

Saudara-saudara rakyat Surabaya, siaplah! keadaan genting!
tetapi saya peringatkan sekali lagi
jangan mulai menembak
baru kalau kita ditembak
maka kita akan ganti menyerang mereka itukita tunjukkan bahwa kita ini adalah benar-benar orang yang ingin merdeka
Dan untuk kita saudara-saudara
lebih baik kita hancur lebur daripada tidak merdeka
semboyan kita tetap: merdeka atau mati!
Dan kita yakin saudara-saudara
pada akhirnya pastilah kemenangan akan jatuh ke tangan kita
sebab Allah selalu berada di pihak yang benar
percayalah saudara-saudara
Tuhan akan melindungi kita sekalian
Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!
MERDEKA!!!


http://deteksi.info/2008/11/naskah-pidato-bung-tomo/

Jumat, 03 Juni 2011

Hizbut Tahrir


H As’ad Said Ali
Boleh dikatakan, awal mula masuknya  gagasan Hizbut Tahrir dilakukan secara tidak sengaja. Adalah Kiai Mama Abdullah bin Nuh, pemilik pesantren AL-Ghazali Bogor mengajak Abdurahman Albagdadi, seorang aktivis Hizbut Tahrir yang tinggal di Australia untuk menetap di Bogor pada sekitar 1982-1983.
Tujuannya semata untuk membantu pengembangan pesantren Al Ghazali. Nah, saat mengajar di pesantren  tersebut, Abdurahman Albagdadi mulai berinteraksi dengan para aktivis masjid kampus dari Mesjid Al-Ghifari, IPB Bogor. Dari sini pemikiran-pemikiran Taqiyuddin mulai didiskusikan. Dibentuk kemudian halaqah-halaqah (pengajian-pengajian kecil) untuk mengeksplorasi gagasan-gagasan HT. Buku-buku HT seperti Syaksiyah Islamiyah, Fikrul Islam, Nizhom Islam mulai dikaji serius.

Para aktivis kampus inilah yang mulai menyebarkan gagasan HT. Melalui jaringan Lembaga Dakwah Kampus, ajaran HT menyebar ke kampus-kampus di luar Bogor seperti Unpad, IKIP Malang, Unair bahkan hingga keluar Jawa, seperti Unhas.

Satu dekade kemudian, tepatnya pada dekade 1990-an ide-ide dakwah Hizbut Tahrir mulai disampaikan kepada masyarakat umum dengan cara door to door. Tahap pertama, penyampaian dakwah pada orang tua mahasiswa. Kedua, seiring dengan waktu lulusnya para mahasiswa, maka aktivitas dakwah mulai bergerak di perkantoran, pabrik, dan perumahan. Dakwah inipun dilakukan selama satu dekade, hingga dekade 2000-an.

Dakwah Hizbut Tahrir semakin mendapat kesempatan seiring adanya perubahan iklim politik di Indonesia: reformasi. Namun demikian, tidak serta merta Hizbut Tahrir mendeklarasikan dirinya sebagai gerakan Islam yang terbuka. Namun seiring berkembangnya sambutan masyarakat, sebuah konferensi Internasional soal Khilafah Islamiyah kemudian digelar, yaitu pada Maret tahun 2002, di Istora Senayan. Konferensi ini menghadirkan tokoh-tokoh Hizbut Tahrir dari dalam dan luar negeri sebagai pembicara. Di antaranya KH dr Muhammad Utsman, SPFK (Indonesia), Ustadz Ismail Al-Wahwah (Australia), Ustadz Syarifuddin M Zain (Malaysia), dan KH Muhammad Al-Khaththath (Indonesia).

Konferensi tersebut juga menjadi penanda lahirnya organisasi Hizbut Tahrir Indonesia, dan sejak itu mulai memproklamirkan diri sebagai organisasi politik yang berideologikan Islam. Dalam konteks HT, pembentukan partai berarti dicapainya tahap kedua perjuangan yaitu tahap berinteraksi dengan masyarakat (marhalah tafaul ma’ al ummah).
Tujuan Politik

Bertitik tolak dari pandangan Taqiyuddin An-Nabhani bahwa dunia Islam harus terbebas dari segala bentuk penjajahan, maka mendirikan Khilafah Islamiyah menjadi sebuah keharusan. Khilafah yang dimaksud adalah kepemimpinan umat dalam suatu Daulah Islam yang universal di muka bumi ini, dengan dipimpin seorang pemimpin tunggal (khalifah) yang dibai’at oleh umat.

Dengan tujuan untuk mendirikan Khilafah Islamiyah, maka Hizbut Tahrir telah memproklamirkan dirinya sebagai kelompok politik (parpol), bukan kelompok yang berdasarkan kerohanian semata, bukan lembaga ilmiah, bukan lembaga pendidikan (akademis) dan bukan pula lembaga sosial. Dengan atas dasar itulah maka seluruh aktivitas yang dilakukan Hizbut Tahrir bersifat politik, baik dalam mendidik dan membina umat, dalam aspek pemikiran dan dalam perjuangan politik.

Adapun alasan mengapa perlu mendirikan khilafah Islamiyah karena semua negeri kaum muslimin dewasa ini, tanpa kecuali, adalah termasuk kategori Darul Kufur, sekalipun penduduknya kaum muslimin. Karena dalam kamus Hizbut Tahrir, yang dimaksud Darul Islam adalah daerah yang di dalamnya diterapkan sistem hukum Islam dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk dalam urusan pemerintahan, dan keamanannya berada di tangan kaum muslimin, sekalipun mayoritas penduduknya bukan muslim. Sedangkan Darul Kufur adalah daerah yang di dalamnya diterapkan sistem hukum kufur dalam seluruh aspek kehidupan, atau keamanannya bukan di tangan kaum muslimin, sekalipun seluruh penduduknya adalah muslim.

Konteks Ideologi dan Perkembangan di Timur Tengah   

Sesungguhnya, dasar utama gagasan HT adalah seruan untuk  menerapkan Islam secara komprehensif. Kemunduran Islam, kata Taqiyuddin (pendiri gerakan HT), disebabkan oleh ditinggalkannya penerapan Islam secara kaffah. “Kemunduran mulai tampak tatkala mereka meninggalkan dan meremehkan ajaran agama, mengabaikan qiyadah fikriyah” tandas Taqiyuddin pada tahun 1953. Oleh karena itu, untuk membangkitkan kembali keagungan Islam, solusi tunggalnya adalah menerapkan seluruh sistem Islam secara sempurna, tanpa ada kompromi dengan sistem-sistem lainnya.

Usaha revivalisme semacam ini, dalam beberapa segi memang bersesuaian dengan prinsip-prinsip yang dikembangkan gerakan Ikhwanul Muslimun (IM). Kesesuaian ini dapat dilacak dari latar belakang Taqiyuddin di mana pada waktu belajar di Al Azhar, Mesir, Taqiyuddin pernah bergabung dengan jamaah IM. Seperti akan kita lihat nanti, pada periode awal perkembangannya ternyata gerakan HT didukung oleh  para aktivis IM di Palestina.

Namun, IM dan HT mempunyai titik perseberangan yang krusial. Daulah Islamiah yang digagas IM sama sekali tidak memasukkan prinsip kekhilafahan. Bahkan, Daulah Islamiah dimasukkan dalam kerangka nation-state. Pengabaian prinsip ini ditolak Taqiyuddin. Baginya, semangat kembali ke Islam secara total tidak mungkin dilaksanakan tanpa adanya penerapan sistem politik kekhalifahan. Hanya dengan penerapan sistem ini, nilai-nilai Islam dalam diwujudkan dalam masyarakat muslim.

Yang dimaksud sistem kekhalifahan adalah suatu bentuk tunggal negara Islam yang meliputi seluruh wilayah penduduk Muslim (umat) tanpa ada batas nation-state –konsep yang juga ditolakTaqiyuddin karena dianggap sangat lemah. Konsep  yang diacu adalah model kekhalifahan masa Khulafaur Rasyidin, di mana seorang khalifah diangkat melalui mekanisme baiat. Bagi Taqiyuddin, konsep kekhalifahanlah yang mampu dan terbukti  mendorong kejayaan Islam. Oleh karena itu, perjuangan mewujudkan kembali kekhalifahan adalah neccessary condition bagi terwujudnya  masyarakat muslim.

Konsep ini ditawarkan sebagai jawaban dari kemunduran Islam menghadapi penetrasi Barat. Sepintas, tawaran ini terkesan kembali ke masa lalu. Namun, para aktivis HT mampu mengeksplorasi gagasan ini sebagai ideologi perlawanan terhadap kolonialisme ataupun bentuk dominasi Barat lainnya. Tawaran ini menjadi kontekstual karena disebarkan di tengah masyarakat muslim yang merasa kecewa di tengah hegemoni kekuasaan Barat. Gagasan ini makin memperoleh tempat tatkala dihadapkan pada kegagalan eksperimen demokrasi ataupun bentuk negara modern lainnya di mana mayoritas warga negaranya adalah muslim.

Untuk itu, HT mengusung ideologi politik kekhalifahan. Dalam pandangannya, kekhalifahan adalah prototipe sistem pemerintahan Islam yang terbukti operasional selama berabad-abad. Untuk menguatkan gagasan ini, HT mengeksplorasi glorifikasi  atau keagungan sejarah Islam masa kekhalifahan yang dipandang bermula dari Nabi Muhammad dan berakhir dengan keruntuhan Khilafah Usmani di Turki pada tahun 1924.

Gagasan-gagasan HT, sejak awal memang kurang diterima secara luas. Kelompok terbesar yang  menentangnya adalah  para aktivis pembaharuan Islam yang mengadopsi gagasan-gagasan modern, termasuk mereka yang memperjuangkan nasionalisme Arab, mereka yang mengadopsi paham sosialisme dan sebagainya. Kelompok kedua yang resistensinya kurang kuat adalah Ikhwanul Muslimun (IM). Pada mulanya, tokoh-tokoh IM, seperti Hasan Albana dan Sayyid Quthub berusaha merangkul Taqiyuddin an-Nabhani dalam barisan IM. Namun Taqiyuddin menolaknya dengan alasan IM dipandang terlalu moderat, utamanya karena perjuangan IM masih menggunakan kerangka nation-state, bukan kekhalifahan.

Karena itu, sejak awal dideklarasikan pada tahun 1953 di Al Quds (saat itu dibawah yurisdiksi Yordania yang dikuasai Inggris) HT harus berseberangan dengan pemerintahan yang berkuasa dan juga para aktivis nasionalisme Arab. 

Pemerintah Yordania segera melarangnya dan melakukan penangkapan terhadap sejumlah pengurus inti, tidak lama setelah partai ini dideklarasikan. Taqiyudin bersama Ustadz Dawud Hamdan ditangkap di al-Quds; sementara Munir Syaqir dan Ghanim Abduh ditangkap di Amman; lalu beberapa hari berikutnya, Dr Abd al-Aziz al-Khiyath juga ditangkap; semuanya dijebloskan ke penjara. Berkat petisi sekelompok wakil rakyat, pengacara, pebisnis, dan sejumlah orang yang memiliki kedudukan, Taqiyuddin kemudian dibebaskan.

Sejak saat itu, HT harus hidup secara underground, menjadi gerakan clandestine di Yordania dan Syria. Pada November 1953, Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani berpindah ke Damaskus. Saat itu intelijen Syiria membawa Taqiyuddin ke perbatasan Syria-Lebanon. Atas bantuan Mufti Lebanon, Syaikh Hasan al-Alaya, akhirnya beliau diizinkan masuk ke Lebanon yang sebelumnya melarangnya. Taqiyuddin lalu menyebarkan pemikirannya di Lebanon dengan leluasa sampai tahun 1958, yaitu ketika pemerintah Lebanon mulai mempersempit kehidupannya karena merasakan bahaya dari pemikirannya. Akhirnya, Taqiyuddin berpindah dari Beirut ke Tharablus dan terpaksa mengubah penampilan agar leluasa menjalankan kepemimpinan HT. Sejak itulah, gagasan dan gerakan HT harus disebarkan secara diam-diam. Dan secara diam-diam pula, pengaruhnya mulai menyebar ke kawasan Timur Tengah lainnya, terutama di Syria, Lebanon dan Yordania.

Meskipun demikian, Yordania dan Palestina adalah adalah tempat utama kaderasisasi dan pengembangan HT. Pergolakan Palestina yang tidak ada henti-hentinya menjadi ladang subur persemaian gagasan dan gerakan. Hal ini karena, pertama, Taqiyuddin penggagas dan ketua pertama  HT lebih banyak bergerak di kawasan ini, sehingga memungkinkan untuk selalu melakukan kaderisasi. Kedua, Palestina membutuhkan kerangka ideologi yang lebih kuat guna memperjuangkan pembebasan tanah airnya dari Yahudi. Dalam konteks inilah gagasan dan gerakan HT menemukan ladang persemaiannya. Gerakan ini menawarkan kerangka alternatif yaitu membangun daulah Islamiyah berdasarkan prinsip kekhalifahan. Menolak segala sesuatu yang berbau Barat, termasuk konsep nation-state yang saat itu mulai diimplementasikan di sejumlah negara Timur Tengah. Penolakan ini tampaknya bertemu dengan realitas politik saat itu, di mana sejumlah negara Timur Tengah justru kurang all out dalam membantu perjuangan Palestina.

Tentu saja HT tidak sendirian. Pengaruh gerakan-gerakan Islam lainnya juga cukup berperan dalam meneruskan perlawanan terhadap Israel. Kekuatan Ikhwanul Muslimun umpamanya, tidak mungkin bisa diremehkan dalam memberikan kontribusi semangat jihad di kalangan penduduk Palestina.    

Pengaruh HT ini sudah tampak dalam organisasi PLO. Khaled Hassan adalah salah satu pendiri PLO yang juga pendiri  HT. Begitu Juga Sheh Assad Tamimi, ulama yang sangat dipandang di Palestina. Mereka adalah kader-kader HT yang cukup disegani. Kader utama HT lainnya adalah Sheh Abdul Qodim Zallum. Ulama yang juga berasal dari Palestina ini nantinya mewarisi kepemimpinan HT pasca meninggalnya Taqiyuddin pada tahun 1977. Tokoh penting lainnya adalah Sheh Ahmad Tamimi, tokoh spiritual Palestina. Mereka semua umumnya mengenal terlebih dahulu gagasan-gagasan IM. Namun, selanjutnya lebih memilih mengembangkan gagasan kekhalifahan. Pengaruh HT tersebut cukup terasa di dalam tubuh “Palestinian Islamic Jihad”. Kelompok jihad ini berbasis di Syiria yang didirikan oleh Shiekh Abdullah Ramadan Shallah dan Fathi Shaqaqi. Para aktivis HT umumnya memback-up kelompok ini.

Di samping mengilfiltrasi PLO dan gerakan lainnya, seperti Hisbullah dan Hammas, aktivis HT juga berusaha mempengaruhi sejumlah proses politik di Yordan. HT melakukan penyusupan ke tubuh Angkatan Bersenjata Yordan pada tahun 1969 dalam upaya menggulingkan kekuasaan (kudeta). Namun upaya ini mengalami kegagalan. Hal yang sama dilakukan pada tahun 1971. Penyusupan ke tubuh militer juga dilakukan di Selatan Irak pada tahun 1972. Lagi-lagi, usaha ini mengalami kegagalan.

Sejumlah kudeta dan pembunuhan politik di Mesir, Jurdan, Tunisia, dan beberapa negara Timur Tengah lainnya pada dekade 1970-an ditengarai melibatkan aktivis HT. Kudeta di Mesir tahun 1974 yang melibatkan Salih Sirriyah dan pembunuhan Anwar Saddat 1984, diduga melibatkan aktivis HT. Begitu juga usaha pembunuhan terhadap raja Husen, Jordan.

Kegagalan berturut-turut dalam sejumlah perebutan kekuasaan tersebut menyebabkan perkembangan gerakan HT semakin menurun. Pamornya memang kalah dibanding gerakan lainnya. Namun, Taqiyuddin tampaknya bersikukuh dengan garis politiknya untuk bergerak secara non-kooperasi dengan kekuatan yang menggunakan instrumen Barat. Hal ini karena HT memandang bahwa metode perjuangan tidak boleh dikompromikan. 

Sifat radikalisme gagasan tersebut, karena dalam doktrin HT, penerapan syariah tidak bisa dilakukan secara bertahap. Abdul Qodim Zallum, pengganti Taqiyuddin, menyebutkan bahwa  penerapan syariah harus bersifat menyeluruh dan sekaligus (one for all). Dengan mengutip beberapa hadist, Zallum berpendapat bahwa memerangi penguasa kufur adalah kewajiban. Penguasa kufur diidentifikasi adalah mereka yang tidak menerapkan hukum Islam atau hanya menerapkan sebagian. Semua itu hajib diperangi dengan mengangkat senjata.

Meskipun gerakan HT terkonsentrasi di Yordania, Palestina dan Siria, melalui kader-kadernya, gagasan kekhalifahan ternyata mulai mendapat tempat di sejumlah negara. Pola persebarannya terutama melalui kampus-kampus. Pada bulan April 1967, HT telah beroperasi di Turki melalui sejumlah mahasiswa Jordan yang kuliah di Universitas Ankara. Gerakan ini mampu menarik minat mahasiswa dan akademisi Turki, termasuk Ali Nihat Eskioge, seorang astronom. Tokoh penting lainnya adalah Annan Mohammad Ali dan Amir Ercumend. Mereka secara terbuka telah berani menyebarkan pamflet yang berisi seruan menghidupkan kembali kekhalifahan. Akan tetapi, dengan segera gerakan ini ditekan oleh militer. Dan para pemimpinnya di tahan pada tahun 1967. Sejak saat itu, HT Turki kembali memasuki kehidupan clandstine. Kemunculannya kembali baru  terjadi pada tahun 1985 dan 1986 dengan mengedarkan pamflet, ”konstitusi HT”. Namun, sekali lagi, aksi ini harus menghadapi tekanan dan sekitar 42 orang anggota HT harus ditahan. Termasuk Ahmad Kilikaya, salah satu tokoh penting HT Turki. Pemerintah Turki tampaknya terus memburu para pemimpin HT. Pada tahun 2001, Remzi Ozer, pemimpin HT dipenjarakan. Selanjutnya  pada Mei 2003, Emir Yilmaz Celik dan 93 pengikutnya harus pula dipenjarakan.

Dalam masa kepemimpinan Taqiyuddin, perkembangan gerakan HT memang tidak sepesat IM. Namun, sel-sel gerakan ini pada dasarnya telah menyebar di sejumlah negara Timur Tengah, Asia Tengah, hingga Eropa. Sekarang ini,  HT mengklaim telah tumbuh di sekitar 40 negara. Setelah Taqiyudin meninggal pada tahun 1977, HT dipimpin oleh Abdul Qodim Zallum, tokoh HT yang berasal dari Palestina. Kepemimpinannya berlangsung hingga 2003. Setelah Zallum meninggal pada 2003, komando HT dipegang oleh Ata Ibnu Khalil Abu Rashta, alias Abu Yasin. Dia adalah orang Palestina yang  sebelumnya telah menjadi jurubicara HT Yordan. Diyakini, Abu Rashta sekarang mengendalikan HT dari The West Bank. Abu Rashta didampingi oleh Khaled Hassan, pendiri organisasi Fatah (salah satu faksi yang tergabung dalam Palestine Liberation Organization) dan tokoh spritual HT yaitu Sheikh Asaad Tamimi. (bersambung)

* Wakil ketua umum PBNU

http://www.nu.or.id/page/id/dinamic_detil/4/32205/Kolom/Hizbut_Tahrir.html

RANCANGAN UNDANG-UNDANG DASAR Negara Khilafah

HUKUM-HUKUM UMUM
Pasal 1
Akidah Islam adalah dasar negara. Segala sesuatu yang menyangkut institusi negara, termasuk meminta pertanggungjawaban atas tindakan negara harus dibangun berdasarkan akidah Islam. Akidah Islam menjadi asas undang- undang dasar dan perundang-undangan syar’i. Segala sesuatu yang berkaitan dengan undang-undang dasar dan perundang- undangan, harus terpancar dari akidah Islam.
Pasal 2
Darul Islam adalah negeri yang didalamnya diterapkan hukum-hukum Islam, dan keamanannya didasarkan pada keamanan Islam. Darul kufur adalah negeri yang didalamnya diterapkan peraturan kufur, dan keamanannya berdasarkan selain keamanan Islam.
Pasal 3
Khalifah melegislasi hukum-hukum syara’ tertentu yang dijadikan sebagai undang-undang dasar dan undang-undang negara. Undang-undang dasar dan undang-undang yang telah
disahkan oleh Khalifah menjadi hukum syara’ yang wajib dilaksanakan dan menjadi perundang-undangan resmi yang wajib ditaati oleh setiap individu rakyat, secara lahir maupun bathin.
Pasal 4
Khalifah tidak melegislasi hukum syara’ apapun yang berhubungan dengan ibadah, kecuali masalah zakat dan jihad. Khalifah juga tidak melegislasi pemikiran apapun yang berkaitan dengan akidah Islam.
Pasal 5
Setiap warga negara (Khilafah) Islam mendapatkan hak- hak dan kewajiban-kewajiban sesuai dengan ketentuan syara’.
Pasal 6
Negara tidak membeda-bedakan individu rakyat dalam aspek hukum, peradilan, maupun dalam jaminan kebutuhan rakyat dan semisalnya. Seluruh rakyat diperlakukan sama tanpa memperhatikan ras, agama, warna kulit dan lain-lain.
Pasal 7
Negara memberlakukan syariah Islam atas seluruh rakyat yang berkewarganegaraan (Khilafah) Islam, baik muslim maupun non-muslim dalam bentuk-bentuk berikut ini:
a. Negara memberlakukan seluruh hukum Islam atas kaum Muslim tanpa kecuali.
b. Orang-orang non-muslim dibiarkan memeluk akidah dan menjalankan ibadahnya di bawah perlindungan peraturan umum.
c. Orang-orang yang murtad dari Islam dijatuhkan hukum murtad jika mereka sendiri yang melakukan kemurtadan. Jika kedudukannya sebagai anak-anak orang murtad atau dilahirkan sebagai non-muslim, maka mereka diperlakukan sebagai non muslim, sesuai dengan kondisi mereka selaku orang-orang musyrik atau ahli kitab.
d. Terhadap orang-orang non-muslim, dalam hal makanan, minuman dan pakaian,diperlakukan sesuai dengan agama mereka, sebatas apa yang diperbolehkan hukum-hukum syara’.
e. Perkara nikah dan talak antara sesama non-muslim diselesaikan sesuai dengan agama mereka. Dan jika terjadi antara muslim dan non-muslim, perkara tersebut diselesaikan menurut hukum Islam.
f. Negara memberlakukan hukum-hukum syara’ selain perkara-perkara diatas atas seluruh rakyat –muslim maupun non muslim-, baik menyangkut hukum muamalat, uqubat (sanksi), bayyinat (pembuktian), sistem pemerintahan, ekonomi dan sebagainya. Negara memberlakukan juga terhadap mu’ahidin (yaitu orang-orang yang negaranya terikat perjanjian), musta’minin (yaitu orang-orang yang mendapat jaminan keamanan untuk masuk ke negeri Islam), dan terhadap siapa saja yang berada dibawah kekuasaan Islam, kecuali bagi para duta besar, konsul, utusan negara asing dan sejenisnya. Mereka memiliki kekebalan diplomatik.
Pasal 8
Bahasa Arab merupakan satu-satunya bahasa Islam, dan satu-satunya bahasa resmi yang digunakan negara.
Pasal 9
Ijtihad adalah fardhu kifayah. Dan setiap muslim berhak berijtihad apabila telah memenuhi syarat-syaratnya.
Pasal 10
Seluruh kaum Muslim memikul tanggung jawab terhadap Islam. Islam tidak mengenal rohaniawan. Dan negara mencegah segala tindakan yang dapat mengarah pada munculnya mereka dikalangan kaum Muslim.
Pasal 11
Mengemban da’wah Islam adalah tugas pokok negara.
Pasal 12
Al-Kitab (Al-Quran), As-Sunah, Ijma’ Sahabat dan Qiyas merupakan dalil-dalil yang diakui bagi hukum syara’.
Pasal 13
Setiap manusia bebas dari tuduhan. Seseorang tidak dikenakan sanksi, kecuali dengan keputusan pengadilan. Tidak dibenarkan menyiksa seorangpun. Dan siapa saja yang melakukannya akan mendapatkan hukuman.
Pasal 14
Hukum asal perbuatan manusia terkait dengan hukum syara’. Tidak dibenarkan melakukan suatu perbuatan, kecuali setelah mengetahui hukumnya. Hukum asal benda adalah mubah, selama tidak ada dalil yang mengharamkannya.
Pasal 15
Segala sesuatu yang menghantarkan kepada yang haram hukumnya adalah haram, apabila diduga kuat dapat menghantarkan kepada yang haram. Dan jika hanya dikhawatirkan, maka tidak diharamkan.
SISTEM PEMERINTAHAN
Pasal 16
Sistem pemerintahan adalah sistem kesatuan dan bukan sistem federal.
Pasal 17
Pemerintahan bersifat sentralisasi, sedangkan system administrasi adalah desentralisasi.
Pasal 18
Penguasa mencakup empat orang, yaitu Khalifah, Mu’awin Tafwidl, Wali dan Amil. Selain mereka, tidak tergolong sebagai penguasa, melainkan hanya pegawai pemerintah
Pasal 19
Tidak dibenarkan seorang pun berkuasa atau menduduki jabatan apa saja yang berkaitan dengan kekuasaan, kecuali orang itu laki-laki, merdeka, baligh, berakal, adil, memiliki kemampuan dan beragama Islam.
Pasal 20
Kritik terhadap pemerintah merupakan salah satu hak kaum Muslim dan hukumnya fardlu kifayah. Sedangkan bagi warganegara non-muslim, diberi hak mengadukan kesewenang- wenangan pemerintah atau penyimpangan pemerintah dalam penerapan hukum-hukum Islam terhadap mereka.
Pasal 21
Kaum Muslim berhak mendirikan partai politik untuk mengkritik penguasa; atau sebagai jenjang untuk menduduki kekuasaan pemerintahan melalui umat, dengan syarat asasnya adalah akidah Islam dan hukum-hukum yang diadopsi adalah hukum-hukum syara’. Pendirian partai tidak memerlukan izin negara. Dan negara melarang setiap perkumpulan yang tidak berasaskan Islam.
Pasal 22
Sistem pemerintahan ditegakkan atas empat fondamen:
a. Kedaulatan adalah milik syara’, bukan milik rakyat.
b. Kekuasaan berada di tangan umat.
c. Pengangkatan seorang Khalifah adalah fardhu atas seluruh kaum Muslim .
d. Khalifah mempunyai hak untuk melegislasi hukum-hukum syara’ dan menyusun undang undang dasar dan perundang-undangan.


Pasal 23
Struktur negara terdiri atas delapan bagian :
a. Khalifah.
b. Mu’awin Tafwidl.
c. Mu’awin Tanfidz.
d. Al-Wulat
e. Amirul Jihad.
f. Keamanan Dalam Negeri
g. Urusan Luar Negeri
h. Perindustrian
i. Al-Qadla.
j. Kemaslahatan Umat.
k. Baitul Mal.
l. Penerangan
m. Majlis Umat (Musyawarah dan Muhasabah).

KHALIFAH
Pasal 24
Khalifah mewakili umat dalam kekuasaan dan pelaksanaan syara’.
Pasal 25
Khilafah adalah aqad/perjanjian atas dasar sukarela dan pilihan. Tidak ada paksaan bagi seseorang untuk menerima jabatan Khilafah, dan tidak ada paksaan bagi seseorang untuk memilih Khalifah.
Pasal 26
Setiap muslim yang baligh, berakal, baik laki-laki maupun wanita berhak memilih Khalifah dan membai’atnya. Oran-orang non-muslim tidak memiliki hak pilih.
Pasal 27
Setelah aqad Khilafah usai dengan pembai’atan oleh pihak yang berhak melakukan bai’at in‘iqad (pengangkatan), maka bai’at oleh kaum Muslim lainnya adalah bai’at taat bukan bai’at in’iqad. Setiap orang yang menunjukkan penolakan, dipaksa untuk berbai’at.
Pasal 28
Tidak seorang pun berhak menjadi Khalifah kecuali setelah diangkat oleh kaum Muslim. Dan tidak seorang pun memiliki wewenang jabatan Khilafah, kecuali jika telah sempurna aqadnya berdasarkan hukum syara’, sebagaimana halnya pelaksanaan aqad-aqad lainnya di dalam Islam.
Pasal 29
Daerah atau negeri yang membai’at Khalifah dengan bai’at in’iqad disyaratkan mempunyai kekuasan independen, yang bersandar kepada kekuasaan kaum Muslim saja, dan tidak tergantung pada negara kafir manapun; dan keamanan kaum Muslim di daerah itu—baik di dalam maupun di luar – adalah dengan keamanan Islam saja, bukan dengan keamanan kufur. Bai’at taat yang diambil dari kaum Muslim di negeri-negeri lain tidak disyaratkan demikian.
Pasal 30
Orang yang dibai’at sebagai Khalifah tidak disyaratkan kecuali memenuhi syarat bai’at in’iqad, dan tidak harus memiliki syarat keutamaan. Yang diperhatikan adalah syarat-syarat in’iqad.
Pasal 31
Pengangkatan Khalifah sebagai kepala negara, dianggap sah jika memenuhi tujuh syarat, yaitu laki-laki, muslim, merdeka, baligh, berakal, adil dan memiliki kemampuan.
Pasal 32
Apabila jabatan Khalifah kosong, karena meninggal atau mengundurkan diri atau diberhentikan, maka wajib hukumnya mengangkat seorang pengganti sebagai Khalifah, dalam tempo tiga hari dengan dua malamnya sejak kosongnya jabatan Khilafah.
Pasal 33
Diangkat amir sementara untuk menangani urusan kaum Muslim dan melaksanakan proses pengangkatan Khalifah yang baru setelah kosongnya jabatan Khilafah sebagai berikut:
a. Khalifah sebelumnya, ketika merasa ajalnya sudah dekat atau bertekad untuk mengundurkan diri, ia memiliki hak menunjuk amir sementara
b. Jika Khalifah meninggal dunia atau diberhentikan sebelum ditetapkan amir sementara, atau kosongnya jabatan Khilafah bukan karena meninggal atau diberhentikan, maka Mu’awin yang paling tua usianya menjadi amir sementara, kecuali jika ia ingin mencalonkan diri untuk jabatan Khilafah, maka yang menjabat amir sementara adalah Mu’awin (Mu’awin Tafwidl, pen.)yang lebih muda, dan seterusnya.
c. Jika semua Mu’awin ingin mencalonkan diri maka Mu’awin Tanfizh yang paling tua menjadi amir sementara, jika ia ingin mencalonkan diri maka yang lebih muda berikutnya, dan demikian seterusnya.
d. Jika semua Mu’awin Tanfizh ingin mencalonkan diri untuk jabatan Khilafah maka amir sementara dibatasi pada Mu’awin Tanfizh yang paling muda.
e. Amir sementara tidak memiliki wewenang melegislasi hukum.
f. Amir sementara diberikan keleluasaan untuk melaksanakan secara sempurna proses pengangkatan Khalifah yang baru dalam tempo tiga hari. Tidak boleh diperpanjang waktunya kecuali karena sebab yang memaksa atas persetujuan Mahkamah Mazhalim
Pasal 34
Metode untuk mengangkat Khalifah adalah baiat. Adapun tata cara praktis untuk mengangkat dan membaiat Khalifah adalah sebagai berikut :
a. Mahkamah Mazhalim mengumumkan kosongnya jabatan Khilafah
b. Khalifah sebelumnya, ketika merasa ajalnya sudah dekat atau bertekad untuk mengundurkan diri, ia memiliki hak menunjuk amir sementara
c. Jika Khalifah meninggal dunia atau diberhentikan sebelum ditetapkan amir sementara, atau kosongnya jabatan Khilafah bukan karena meninggal atau diberhentikan, maka Mu’awin yang paling tua usianya menjadi amir sementara, kecuali jika ia ingin mencalonkan diri untuk jabatan Khilafah, maka yang menjabat amir sementara adalah Mu’awin (Mu’awin Tafwidl, pen.)yang lebih muda, dan seterusnya.
d. Jika semua Mu’awin ingin mencalonkan diri maka Mu’awin Tanfizh yang paling tua menjadi amir sementara, jika ia ingin mencalonkan diri maka yang lebih muda berikutnya, dan demikian seterusnya
e. Jika semua Mu’awin Tanfizh ingin mencalonkan diri untuk jabatan Khilafah maka amir sementara dibatasi pada Mu’awin Tanfizh yang paling muda
f. Amir sementara tidak memiliki wewenang melegislasi hukum
g. Amir sementara diberikan keleluasaan untuk melaksanakan secara sempurna proses pengangkatan Khalifah yang baru dalam tempo tiga hari. Tidak boleh diperpanjang waktunya kecuali karena sebab yang memaksa atas persetujuan Mahkamah Mazhalim
Pasal 35
Umat yang memiliki hak mengangkat Khalifah, tetapi umat tidak memiliki hak memberhentikannya manakala akad bai’atnya telah sempurna sesuai dengan ketentuan syara’
Pasal 36
Khalifah memiliki wewenang sebagai berikut:
a. Dialah yang melegislasi hukum-hukum syara’ yang diperlukan untuk memelihara urusan-urusan umat, yang digali dengan ijtihad yang sahih dari kitabullah dan sunah rasul-Nya, sehingga menjadi perundang-undangan yang wajib ditaati dan tidak boleh dilanggar.
b. Dialah yang bertanggung jawab terhadap politik negara, baik dalam maupun luar negeri. Dialah yang memegang kepemimpinan militer. Dia berhak mengumumkan perang, mengikat perjanjian damai, gencatan senjata serta seluruh perjanjian lainnya.
c. Dialah yang berhak menerima atau menolak duta-duta negara asing. Dia juga yang berhak menentukan dan memberhentikan duta kaum Muslim.
d. Dialah yang menentukan dan memberhentikan para mu’awin dan para Wali, dan mereka semua bertanggung jawab kepada Khalifah sebagaimana mereka juga bertanggung jawab kepada majelis umat.
e. Dialah yang menentukan dan memberhentikan qadli qudlat, dan seluruh qadli kecuali qadli mazhalim dalam kondisi qadli mazhalim sedang memeriksa perkara atas Khalifah, Mu’awin atau qadli qudhat. Khalifahlah yang berhak menentukan dan memberhentikan para kepala direktorat, komandan militer dan para pemimpin brigade militer. Mereka bertanggung jawab kepada Khalifah, dan tidak bertanggung jawab kepada majelis umat.
f. Dialah yang menentukan hukum-hukum syara’ yang berhubungan dengan anggaran pendapatan dan belanja negara. Dia pula yang menentukan rincian nilai APBN, pemasukan maupun pengeluaran.


Pasal 37
Dalam melegislasi hukum, Khalifah terikat dengan hukum-huklum syara’. Diharamkan atasnya melegislasi hukum yang tidak diambil melalui proses ijtihad yang benar dari dalil- dalil syara’. Khalifah terikat dengan hukum yang dilegislasinya, dan terikat dengan metode ijtihad yang dijadikannya sebagai pedoman dalam pengambilan suatu hukum. Khalifah tidak dibenarkan melegislasi hukum berdasarkan metode ijtihad yang bertentangan dengan apa yang telah diadopsinya, dan tidak diperkenankan mengeluarkan perintah yang bertentangan dengan hukum-hukum yang telah dilegislasinya.
Pasal 38
Khalifah memiliki hak mutlak untuk mengatur urusan- urusan rakyat sesuai dengan pendapat dan ijtihadnya. Khalifah berhak melegislasi hal-hal mubah yang diperlukan untuk memudahkan pengaturan negara dan pengaturan urusan rakyat. Khalifah tidak boleh menyalahi hukum syara’ dengan alasan maslahat. Khalifah tidak boleh melarang sebuah keluarga untuk memiliki lebih dari seorang anak dengan alasan minimnya bahan makanan misalnya. Khalifah tidak boleh menentukan harga kepada rakyat dengan dalih mencegah eksploitasi. Khalifah tidak boleh mengangkat orang kafir atau seorang wanita sebagai Wali dengan alasan (memudahkan) pengaturan urusan rakyat atau terdapat kemaslahatan, atau tindakan-tindakan lain yang bertentangan dengan hukum syara’. Khalifah tidak boleh mengharamkan sesuatu yang mubah atau membolehkan sesuatu yang haram.
Pasal 39
Tidak ada batas waktu bagi jabatan Khalifah. Selama mampu mempertahankan dan melaksanakan hukum syara’, serta mampu menjalankan tugas-tugas negara, ia tetap menjabat sebagai Khalifah, kecuali terdapat perubahan keadaan yang menyebabkannya tidak layak lagi menjabat sebagai Khalifah sehingga wajib segera diberhentikan.
Pasal 40
Hal-hal yang mengubah keadaan Khalifah sehingga mengeluarkannya dari jabatan Khalifah ada tiga perkara:
a. Jika melanggar salah satu syarat dari syarat-syarat in’iqad Khilafah, yang menjadi syarat keberlangsungan jabatan Khalifah, misalnya murtad, fasik secara terang-terangan, gila dan lain-lain.
b. Tidak mampu memikul tugas-tugas Khilafah oleh karena suatu sebab tertentu.
c. Adanya tekanan yang menyebabkannya tidak mampu lagi menjalankan urusan kaum Muslim menurut pendapatnya sesuai dengan ketentuan hukum syara’. Bila terdapat tekanan dari pihak tertentu sehingga Khalifah tidak mampu memelihara urusan rakyat menurut pendapatnya sendiri sesuai dengan hukum syara’, maka secara hukum ia tidak mampu menjalankan tugas-tugas negara, sehingga tidak layak lagi menjabat sebagai Khalifah. Hal ini berlaku dalam dua keadaan: Pertama: Apabila salah seorang atau beberapa orang dari para pendampingnya menguasai Khalifah sehingga mereka mendominasi pelaksanaan urusan pemerintahan. Apabila masih ada harapan dapat terbebas dari kekuasaan mereka, maka ditegur dan diberi waktu untuk membebaskan diri. Jika ternyata tidak mampu mengatasi dominasi mereka, maka ia diberhentikan. Bila tidak ada harapan lagi maka segera Khalifah diberhentikan. Kedua: Apabila Khalifah menjadi tawanan musuh, baik ditawan atau ditekan musuh. Pada situasi seperti ini perlu dipertimbangkan. Jika masih ada harapan untuk dibebaskan maka pemberhentiannya ditangguhkan sampai batas tidak ada harapan lagi untuk membebaskannya, dan jika ternyata demikian, barulah dia diberhentikan. Jika tidak ada harapan sama sekali untuk membebaskannya maka segera diganti.
Pasal 41
Mahkamah Madzalim adalah satu-satunya lembaga yang menentukan ada dan tidaknya perubahan keadaan pada diri Khalifah yang menjadikannya tidak layak menjabat sebagai Khalifah. Mahkamah ini merupakan satu-satunya lembaga yang memiliki wewenang memberhentikan atau menegur Khalifah.

MU’AWIN AT-TAFWIDL
Pasal 42
Khalifah mengangkat seorang Mu’awin Tafwidl atau lebih. Ia bertanggung jawab terhadap jalannya pemerintahan. Mu’awin Tafwidl diberi wewenang untuk mengatur berbagai urusan berdasarkan pendapat dan ijtihadnya. Apabila Khalifah wafat, maka masa jabatan Mu’awin juga selesai. Dia tidak melanjutkan aktivitasnya kecuali selama masa jabatan amir sementara saja.
Pasal 43
Syarat-syarat Mu’awin Tafwidl sama seperti persyaratan Khalifah, yaitu laki-laki, merdeka, muslim, baligh, berakal, adil dan memiliki kemampuan yang menyangkut tugas-tugas yang
diembannya.
Pasal 44
Dalam penyerahan tugas kepada Mu’awin Tafwidl, disyaratkan dua hal: Pertama, kedudukannya mencakup segala urusan negara. Kedua, sebagai wakil Khalifah. Disaat pengangkatannya Khalifah harus menyatakan: ‘aku serahkan kepada Anda apa yang menjadi tugasku sebagai wakilku’, atau dengan redaksi lain yang mencakup kedudukannnya yang umum dan bersifat mewakili. Penyerahan tugas ini memungkinkan Khalifah untuk mengirimkan para Mu’awin ke berbagai tempat tertentu, atau memutasi mereka dari satu tempat ke tempat atau tugas lain menurut tuntutan bantuan kepada Khalifah, tanpa memerlukan pendelegasian baru karena semua itu termasuk di dalam cakupan penyerahan tugas mereka sebelumnya
Pasal 45
Mu’awin Tafwidl wajib memberi laporan kepada Khalifah, tentang apa yang telah diputuskan, atau apa yang dilakukan, atau tentang penugasan Wali dan pejabat, agar wewenangnya tidak sama seperti Khalifah. Mu’awin Tafwidl wajib member laporan kepada Khalifah dan melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Khalifah.

Pasal 46
Khalifah wajib mengetahui aktivitas Mu’awin Tafwidl dan pengaturan berbagai urusan yang dilakukannya, agar Khalifah dapat menyetujui yang sesuai dengan kebenaran dan mengoreksi kesalahan. Mengingat pengaturan urusan umat adalah tugas Khalifah yang dijalankan berdasar ijtihadnya.
Pasal 47
Apabila Mu’awin Tafwidl telah mengatur suatu urusan, lalu disetujui Khalifah, maka dia dapat melaksanakannya sesuai persetujuan Khalifah, tanpa mengurangi atau menambahnya. Jika Khalifah menarik kembali persetujuannya, dan Mu’awin menolak mengembalikan apa yang telah diputuskan, maka dalam hal ini perlu dilihat; jika masih dalam rangka pelaksanaan hukum sesuai dengan perintahnya atau menyangkut harta yang sudah diserahkan kepada yang berhak, maka pendapat mu’awin yang berlaku, sebab pada dasarnya hal itu adalah pendapat Khalifah juga. Khalifah tidak boleh menarik kembali hukum yang sudah dilaksanakan, atau harta yang sudah dibagikan. Sebaliknya jika apa yang sudah dilaksanakan oleh Mu’awin diluar ketentuan-ketentuan tersebut, seperti mengangkat Wali atau mempersiapkan pasukan, maka Khalifah berhak menolak perbuatan Mu’awin dan melaksanakan penapatnya sendiri serta menghapus apa yang telah dilakukan oleh Mu’awin. Mengingat Khalifah berhak untuk mengubah kembali kebijaksanaannya ataupun kebijaksanaan Mu’awinnya.
Pasal 48
Mu’awin Tafwidl tidak terikat dengan salah satu instansi dari instansi-instansi administratif. Mengingat kekuasaannya bersifat umum. Karena mereka yang melaksanakan aktivitas administratif adalah para pegawai dan bukan penguasa, sedangkan Mu’awin Tafwidl adalah seorang penguasa. Maka ia tidak diserahi tugas secara khusus dengan urusan-urusan administratif tersebut, karena kekuasaannya bersifat umum.

MU’AWIN AT-TANFIDZ
Pasal 49
Khalifah mengangkat Mu’awin Tanfidz sebagai pembantu dalam kesekretariatan. Tugasnya menyangkut bidang administratif, dan bukan pemerintahan. Instansinya merupakan salah satu badan untuk melaksanakan instruksi yang berasal dari Khalifah kepada instansi dalam maupun luar negeri. Memberi laporan apa yang telah diterimanya kepada Khalifah. Instansinya berfungsi sebagai perantara antara Khalifah dan pejabat lain, menyampaikan tugas dari Khalifah atau sebaliknya menyampaikan laporan kepadanya dalam urusan berikut :
a. Hubungan dengan rakyat
b. Hubungan internasional
c. Militer atau pasukan
d. Institusi negara lainnya selain militer
Pasal 50
Mu’awin Tanfidz harus seorang laki-laki dan muslim, karena ia adalah pendamping Khalifah.
Pasal 51
Mu’awin Tanfidz selalu berhubungan langsung dengan Khalifah, seperti halnya Mu’awin Tafwidl. Dia berposisi sebagai Mu’awin dalam hal pelaksanaan, bukan menyangkut pemerintahan.

AL-WULAT (GUBERNUR)
Pasal 52
Seluruh daerah yang dikuasai oleh negara dibagi ke dalam beberapa bagian. Setiap bagian dinamakan wilayah (propinsi). Setiap wilayah (propinsi) terbagi menjadi beberapa ’imalat (kabupaten). Yang memerintah wilayah (propinsi) disebut Wali atau Amir dan yang memerintah ‘imalat disebut ‘Amil atau Hâkim.
Pasal 53
Wali diangkat oleh Khalifah. Para ‘Amil diangkat oleh Khalifah atau Wali apabila Khalifah memberikan mandat tersebut kepada Wali. Syarat bagi seorang Wali dan ‘Amil sama seperti persyaratan Mu’awin, yaitu laki-laki, merdeka, muslim, baligh, berakal, adil, memiliki kemampuan yang sesuai dengan tugas yang diberikan, dan dipilih dari kalangan orang yang bertaqwa serta berkepribadian kuat.
Pasal 54
Wali mempunyai wewenang dalam bidang pemerintahan dan mengawasi seluruh aktivitas lembaga administrasi Negara di wilayahnya, sebagai wakil dari Khalifah. Wali memiliki seluruh wewenang di daerahnya kecuali urusan keuangan, peradilan, dan angkatan bersenjata. Ia memiliki kepemimpinan atas penduduk di wilayahnya dan mempertimbangkan seluruh urusan yang berhubungan dengan wilayahnya. Dari segi operasional, kepolisian ditempatkan dibawah kekuasaannya, bukan dari segi administrasinya.
Pasal 55
Wali tidak harus memberi laporan kepada Khalifah tentang apa yang dilakukan di wilayah kekuasaannya, kecuali ada beberapa pilihan (yang harus ditentukannya). Apabila terdapat perkara baru yang tidak ditetapkan sebelumnya, ia harus memberikan laporan kepada Khalifah, kemudian baru dilaksanakan berdasarkan perintah Khalifah. Apabila dengan menunggu persetujuan dari Khalifah suatu urusan dikhawatirkan terbengkelai, maka ia boleh melakukannya serta wajib melaporkannya kepada Khalifah, dan menjelaskan tentang sebab-sebab tidak ada laporan sebelum pelaksanaan.
Pasal 56
Di setiap wilayah terdapat majelis, yang anggota- anggotanya dipilih oleh penduduk setempat dan dipimpin oleh Wali. Majelis berwenang turut serta dalam penyampaian saran/pendapat dalam urusan-urusan administratif, bukan dalam urusan kekuasaan (pemerintahan). Hal itu untuk dua tujuan: Pertama,memberikan informasi yang penting kepada Wali tentang fakta wilayah (propinsi) dan kebutuhannya serta menyampaikan pendapat dalam masalah itu. Kedua,untuk mengungkapkan persetujuan atau pengaduan tentang pemerintahan Wali kepada mereka. Pendapat Majelis dalam masalah pertama tidak bersifat mengikat. Namun pendapat majelis dalam masalah kedua bersifat mengikat. Jika Majelis mengadukan Wali, maka Wali tersebut diberhentikan.
Pasal 57
Masa jabatan seorang Wali di wilayahnya tidak boleh dalam waktu yang sangat panjang (lama). Tetapi seorang Wali diberhentikan dari wilayah (propinsinya) setiap kali terlihat adanya akumulasi kekuasaan pada dirinya atau bias menimbulkan fitnah di tengah-tengah masyarakat.
Pasal 58
Seorang Wali tidak boleh dimutasi dari satu wilayah ke wilayah yang lain, karena pengangkatannya bersifat umum tetapi untuk satu tempat tertentu. Akan tetapi seorang Wali boleh diberhentikan kemudian diangkat lagi di tempat lain.
Pasal 59
Wali diberhentikan apabila Khalifah berpendapat untukmemberhentikannya; atau apabila majlis umat menyatakan ketidakpuasan (ketidakrelaan) terhadap Wali, atau jika majelis wilayah menampakkan ketidaksukaan terhadapnya. Pemberhentiannya dilakukan oleh Khalifah.
Pasal 60
Khalifah wajib meneliti dan mengawasi pekerjaan dan tindak-tanduk setiap Wali dengan sungguh-sungguh. Khalifah boleh menunjuk orang yang mewakilinya untuk mengungkapkan keadaan para Wali, mengadakan pemeriksaan terhadap mereka, mengumpulkan mereka satu persatu atau sebagian dari mereka sewaktu-waktu, dan mendengar pengaduan-pengaduan rakyat terhadapnya.

AMIRUL JIHAD
DIREKTORAT PEPERANGAN - PASUKAN
Pasal 61
Direktorat peperangan menangai seluruh urusan yang berkaitan dengan kekuatan bersenjata baik pasukan, polisi, persenjataan, peralatan, logistik, dan sebagainya. Juga semua akademi militer, semua misi militer dan segala hal yang menjadi tuntutan baik tsaqafah Islamiyah, maupun tsaqafah umum bagi pasukan. Dan semua hal yang berhubungan dengan peperangan dan penyiapannya. Direktorat ini disebut Amirul Jihad.
Pasal 61
Jihad adalah kewajiban bagi seluruh kaum Muslim dan pelatihan militer bersifat wajib. Setiap laki-laki muslim yang telah berusia 15 tahun diharuskan mengikuti pelatihan militer, sebagai persiapan untuk jihad. Adapun rekrutmen anggota pasukan reguler merupakan fardhu kifayah.
Pasal 63
Prajurit terdiri atas dua bagian: Pertama, pasukan cadangan yang terdiri atas seluruh kaum Muslim yang mampu memanggul senjata. Kedua, pasukan reguler yang memperoleh gaji dan masuk anggaran belanja sebagaimana para pegawai negeri lainnya.
Pasal 64
Pasukan memiliki liwa dan panji. Khalifah yang menyerahkan liwa kepada komandan pasukan (Brigade). Sedangkan panji diserahkan oleh komandan Brigade.
Pasal 65
Khalifah adalah panglima angkatan bersenjata. Khalifah mengangkat kepala staf gabungan. Khalifah yang menunjuk amir untuk setiap brigade dan seorang komandan untuk setiap batalion. Adapun struktur militer lainnya yang mengangkat adalah para komandan brigade dan komandan batalyon. Penetapan seseorang sebagai perwira harus disesuaikan dengan tingkat pengetahuan militernya. Dan yang menetapkannya adalah kepala staf gabungan.
Pasal 66
Seluruh angkatan bersenjata ditetapkan sebagai satu kesatuan, yang ditempatkan diberbagai markas (kamp) militer. Sebagian kamp militer harus ditempatkan diberbagai wilayah, sebagian lainnya ditempatkan ditempat-tempat strategis, dan sebagian lain ditempatkan di kamp-kamp yang bersifat mobil dan dijadikan sebagai pasukan siap tempur. Kamp-kamp militer dibentuk dalam berbagai unit. Setiap unitnya disebut batalion. Setiap batalion mempunyai ciri, seperti batalion 1, batalion 3 dan seterusnya, atau dinamakan sesuai nama wilayah/distrik.
Pasal 67
Setiap prajurit harus diberikan pendidikan militer semaksimal mungkin. Hendaknya kemampuan berpikir setiap prajurit ditingkatkan sesuai dengan kemampuan yang ada. Hendaknya setiap prajurit dibekali dengan tsaqofah Islam, sehingga memiliki wawasan tentang Islam sekalipun dalam bentuk global.
Pasal 68
Disetiap kamp militer harus terdapat sejumlah perwira yang cukup dan memiliki pengetahuan yang tinggi tentang kemiliteran, serta berpengalaman dalam menyusun strategi perang dan mengatur peperangan. Hendaknya perwira disetiap batalion diperbanyak sesuai kemampuan yang ada.
Pasal 69
Setiap pasukan harus dilengkapi dengan persenjataan, logistik, sarana dan fasilitas yang dibutuhkan serta kebutuhan- kebutuhan lain, yang memungkinkan pasukan untuk melaksanakan tugasnya sebaik mungkin sebagai pasukan Islam.
KEAMANAN DALAM NEGERI
Pasal 70
Direktorat Keamanan Dalam Negeri menangani segala hal yang bisa mengganggu kemananan, mencegah segala hal yang dapat mengancam keamanan dalam negeri, menjaga keamanan di dalam negeri melalui kepolisian dan tidak diserahkan kepada militer kecuali dengan perintah dari Khalifah. Kepala direktorat ini disebut Direktur Keamananan Dalam Negeri. Direktorat ini memiliki cabang di setiap wilayah (propinsi) yang disebut Administrasi Keamanan Dalam Negeri dan kepalanya disebut Kepada Administrasi (Kepala Polisi) di Propinsi.
Pasal 71
Polisi ada dua jenis; polisi militer yang berada di bawah Amirul Jihad atau Direktorat Perang, dan polisi yang ada di bawah penguasa untuk menjaga keamanan; polisi ini berada di bawah Direktorat Keamanan Dalam Negeri. Kedua jenis polisi tersebut diberi pelatihan khusus dengan tsaqafah khusus yang memungkinkannya melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik.
Pasal 72
Ancaman terhadap keamanan dalam negeri yang ditangani penyelesaiannya oleh Direktorat Keamanan Dalam Negeri adalah: murtad, bughat, hirabah, penyerangan terhadap harta masyarakat, pelanggaran terhadap jiwa dan kehormatan, interaksi dengan orang-orang yang diragukan yaitu orang-orang yang menjadi mata-mata untuk orang kafir harbi.
LUAR NEGERI
Pasal 73
Direktorat Luar Negeri menangani seluruh urusan luar negeri yang berkaitan dengan hubungan Daulah Khilafah denagn negara-negara asing baik dalam aspek politik, ekonomi, perindustrian, pertanian, perdagangan, hubungan POS, hubungan kabel maupun nirkabel, dan sebagainya.
DIREKTORAT PERINDUSTRIAN
Pasal 74
Direktorat perindustrian adalah direktorat yang menangani seluruh urusan yang berhubungan dengan industri, baik industri berat seperti industri mesin dan peralatan, industry otomotiv dan transportasi, industri bahan baku dan industry elektonika; maupun industri ringan. Baik pabrik itu temasuk kepemilikan umum atau pabrik-pabrik yang termasuk kepemilikan individu, tetapi memiliki hubungan dengan industry militer; dan segala jenis industri, semuanya wajib dijalankan berdasarkan politik perang.

AL QADLA (BADAN PERADILAN)
Pasal 75
Al-Qadla adalah pemberitahuan keputusan hukum yang bersifat mengikat. Al-Qadla’ menyelesaikan perselisihan yang terjadi antara masyarakat, atau mencegah hal-hal yang dapat merugikan hak jama’ah, atau mengatasi perselisihan yang terjadi antara rakyat dengan aparat pemerintah; penguasa atau pegawainya; Khalifah atau lainnya.


Pasal 76
Khalifah mengangkat Qadli Qudlat yang berasal dari kalangan laki-laki, baligh, merdeka, muslim, berakal, adil dan faqih. Jika Khalifah memberinya wewenang untuk mengangkat dan memberhentikan Qadli Mazhalim, maka Qadhi Qudhat wajib seorang mujtahid. Qadli Qudlat memiliki wewenang mengangkat para Qadli, memberi peringatan dan memberhentikan mereka dari jabatannya, sesuai dengan peraturan administratif yang berlaku. Pegawai-pegawai peradilan terikat dengan kepala kantor peradilan, yang mengatur urusan administrasi untuk lembaga peradilan.
Pasal 77
Para Qadli terbagi dalam tiga golongan:
1. Qadli, yaitu Qadli yang berwenang menyelesaikan perselisihan antar masyarakat dalam urusan muamalat dan uqubat.
2. Al-Muhtasib, Qadli yang berwenang menyelesaikan pelanggaran-pelanggaran yang merugikan hak-hak jama’ah/masyarakat.
3. Qadli Madzalim, berwenang mengatasi perselisihan yang terjadi antara rakyat dengan negara.
Pasal 78
Orang yang menjabat Qadli (Qadli dan al-Muhtasib, pen.) disyaratkan seorang muslim, merdeka, baligh, berakal, adil dan faqih serta memahami cara menurunkan hukum terhadap berbagai fakta. Sedangkan Qadli Madzalim disyaratkan sama seperti Qadli lainnya, ditambah persyaratan laki-laki dan mujtahid.
Pasal 79
Qadli, al-Muhtasib dan Qadli Madzalim boleh ditentukan dan diberi wewenang secara umum dalam seluruh kasus yang terjadi diseluruh negeri. Bisa juga ditentukan dan diberi wewenang secara khusus untuk tempat atau kasus-kasus tertentu.
Pasal 80
Sidang pengadilan tidak boleh terbentuk atas lebih dari satu Qadli yang berwenang memutuskan perkara. Seorang Qadli boleh dibantu oleh satu atau lebih qadli lain, tetapi mereka tidak mempunyai wewenang menjatuhkan vonis. Wewenang mereka hanya bermusyawarah dan mengemukakan pendapat. Dan pendapat mereka tidak memaksa Qadli untuk menerimanya.
Pasal 81
Seorang Qadli tidak boleh memutuskan perkara kecuali dalam majelis (sidang) pengadilan. Pembuktian dan sumpah dianggap sah, hanya yang disampaikan di dalam siding pengadilan.
Pasal 82
Jenjang peradilan boleh berbeda-beda tergantung jenis perkaranya. Sebagian qadli boleh ditugaskan untuk menyelesaikan perkara tertentu, sampai batas tertentu dan perkara lainnya diserahkan pada sidang yang lain.

Pasal 83
Tidak ada pengadilan banding tingkat pertama maupun mahkamah banding tingkat kedua (kasasi). Seluruh bentuk pengadilan dalam hal memutuskan satu perselisihan kedudukannya sama. Apabila seorang qadli memutuskan suatu perkara, keputusannya sah/berlaku. Qadli lainnya tidak dapatmembatalkan keputusannya, kecuali putusannya di luar (system hukum) Islam, atau bertentangan dengan nash yang pasti dari Al-Kitab, As-Sunnah, Ijma’ Shahabat, atau vonisnya bertentangan dengan hakekat permasalahannya.
Pasal 84
Al-Muhtasib adalah Qadli yang memeriksa perkara- perkara yang menyangkut hak-hak masyarakat secara umum, dan di dalamnya tidak perlu terdapat penuntut, dengan syarat tidak termasuk perkara hudud dan jinayat (pidana).
Pasal 85
Al-Muhtasib memiliki wewenang untuk memutuskan perkara terhadap penyimpangan yang diketahuinya secara langsung, dimanapun tempatnya tanpa membutuhkan majelis pengadilan. Sejumlah polisi ditempatkan berada dibawah wewenangnya untuk melaksanakan perintahnya. Keputusan yang diambilnya harus segera dilaksanakan.
Pasal 86
Al-Muhtasib memiliki hak untuk memilih wakil-wakilnya yang memenuhi syarat-syarat seorang muhtasib. Mereka boleh ditugaskan diberbagai tempat, dan masing-masing memiliki wewenang dalam menjalankan tugas hisbahnya, baik didaerah kota-kota ataupun daerah kabupaten yang sudah ditentukan dalam perkara yang didelegasikan kepada mereka.
Pasal 87
Qadli Madzalim adalah Qadli yang diangkat untuk menyelesaikan setiap tindak kedzaliman yang terjadi dari Negara yang menimpa setiap orang yang hidup di bawah kekuasaan negara, baik rakyatnya sendiri maupun bukan, baik kedzaliman itu dilakukan oleh Khalifah maupun pejabat-pejabat lain, termasuk yang dilakukan oleh para pegawai.
Pasal 88
Qadli Madzalim ditetapkan dan diangkat oleh Khalifah atau oleh Qadli Qudlat. Koreksi, pemberian peringatan dan pemberhentiannya dilakukan oleh Khalifah, atau Qadli Qudlat
–jika Khalifah memberikan wewenang tersebut kepada kepadanya-. Pemberhentian tidak dapat dilakukan terhadap Qadli Madzalim yang tengah memeriksa perkara (antara rakyat dengan) Khalifah, atau dengan Mu’awin Tafwidl atau dengan Qadli Qudlat. Wewenang memberhentikan Qadli Madzalim dalam kondisi itu berada di tangan Mahkamah Madzalim.
Pasal 89
Jumlah Qadli Madzalim tidak terbatas hanya satu orang atau lebih. Kepala negara dapat mengangkat beberapa orang Qadli Madzalim sesuai dengan kebutuhan negara dalam
mengatasi tindakan kedzaliman. Tatkala para Qadli menjalankan tugasnya, wewenang pengambilan keputusan hanya pada satu orang. Sejumlah Qadli Madzalim boleh mengikuti dan mendampingi hakim pada saat sidang, namun wewenang mereka terbatas pada pemberian saran/pendapat. Saran dan pendapat mereka tidak menjadi ketetapan atau keharusan untuk diterima oleh Qadli Madzalim.
Pasal 90
Mahkamah Madzalim berhak memberhentikan penguasa atau pegawai negara manapun. Mahkamah itu juga berhak memberhentikan Khalifah. Hal itu jika penghilangan kedzaliman
mengharuskan pemberhentian Khalifah.
Pasal 91
Mahkamah Madzalim memiliki wewenang memeriksa setiap tidak kedzaliman, baik yang berhubungan dengan orang- orang tertentu dalam aparat pemerintahan maupun yang berhubungan dengan penyimpangan-penyimpangan hukum syara’ yang dilakukan oleh Khalifah; atau yang berkaitan dengan penafsiran terhadap salah satu dari nash-nash syara’ yang tercantum dalam UUD, undang-undang dan semua hokum syara’ yang dilegislasi oleh Khalifah; atau yang berhubungan dengan penentuan salah satu jenis pajak dan berbagai tindak kedzaliman lainnya.
Pasal 92
Tidak disyaratkan pada qadla madzalim adanya majelis peradilan, atau adanya tuntutan dan penuntut. Mahkamah Madzalim berhak memeriksa suatu tindakan kedzaliman, walaupun tidak ada tuntutan dari siapa pun.
Pasal 93
Setiap orang berhak mewakilkan perkara dan pembelaannya kepada orang lain (pengacara). Hak tersebut mencakup semua orang, baik muslim maupun non-Islam, laki-laki maupun wanita, tanpa ada perbedaan antar pihak yang diwakili dan pihak yang mewakili. Pihak yang mewakilkan boleh memberi upah/bayaran kepada wakilnya, sesuai dengan kesepakatan antara keduanya.
Pasal 94
Setiap orang yang mewakili wewenang dalam salah satu tugas, baik bersifat perorangan, seperti washi -yang diserahi wasiat- atau Wali, maupun bersifat umum seperti Khalifah, pejabat pemerintah lainnya, pegawai negeri, qadli madzalim dan muhtasib; semuanya berhak mengangkat seseorang yang menggantikannya dan bertindak selaku wakil dalam perkara perselisihan dan pembelaan, dilihat dari kedudukan mereka sebagai washi, Wali, kepala negara, pejabat pemerintah, pegawai negeri, qadli madzalim atau muhtasib. Tidak ada perbedaan -kedudukan mereka masing-masing- sebagai terdakwa atau penuntut.
Pasal 95
Berbagai traksaksi, muamalah dan vonis yang dilakukan dan telah selesai pelaksanaannya sebelum berdirinya Khilafah, tidak dibatalkan oleh qadha’ Khilafah dan tidak diadili kembali kecuali jika perkara itu:
a. Memiliki pengaruh yang terus menerus yang bertentangan dengan Islam, maka perkara tersebut diadili ulang.
b. Jika perkara tersebut berkaitan dengan pelanggaran/ penyerangan terhadap Islam dan kaum Muslim yang dilakukan oleh para penguasa lama dan pengikut mereka, maka Khalifah boleh menggerakkan kembali perkara tersebut.
JIHAZ AL-IDARI
(APARAT ADMINISTRASI)
Pasan 96
Urusan administrasi negara dan pelayanan terhadap rakyat, diatur oleh departemen-departemen, biro-biro dan unit-unit, yang bertugas menjalankan administrasi negara dan
melayani kepentingan rakyat.
Pasal 97
Prinsip pengaturan administrasi di departemen-departemen, biro-biro, dan unit-unit pemerintah adalah sederhana dalam sistem, cepat dalam pelaksanaan tugas serta memiliki kemampuan (profesional) bagi mereka yang memimpin urusan administrasi.
Pasal 98
Setiap warga negara yang memiliki kemampuan, baik laki-laki maupun wanita, muslim ataupun non-muslim dapat ditunjuk sebagai direktur untuk biro dan unit apapun, atau sebagai pegawai dalam salah satu kantor administrasi.
Pasal 99
Untuk setiap departemen diangkat seorang direktur umum. Dan setiap biro dan unit diangkat juga seorang direktur dan kepala yang mengatur dan bertanggung jawab secara langsung terhadap instansinya. Para direktur dan kepala ini bertanggung jawab kepada atasan instansinya masing-masing di pusat. Mereka bertanggung jawab terhadap departemen, biro atau unit yang mereka pimpin –ditinjau dari segi pelaksanaan tugas-tugasnya- dan bertanggung jawab pula kepada Wali dan ‘Amil dilihat dari segi keterikatannya terhadap hukum-hukum dan peraturan umum.
Pasal 100
Para direktur di setiap departemen, biro dan unit tidak dapat diberhentikan, kecuali terdapat alasan yang sesuai dengan ketentuan administrasi instansinya. Mereka dapat dipindahkan dari satu tugas ketugas yang lainnya, dan boleh dibebastugaskan. Pengangkatan, mutasi, pembebastugasan, sanksi dan pemberhentian dilakukan oleh atasan instansinya untuk masing-masing departemen, biro dan unit.
Pasal 101
Para pegawai -selain direktur-, penunjukan, pemindahan, pembebastugasan, sanksi dan pemberhentiannya, ditentukan oleh atasan instansinya untuk masing-masing departemen, biro dan unit.




BAITUL MAL
Pasal 102
Baitul Mal adalah direktorat yang menangangi pemasukan dan pengeluaran sesuai hukum syara’ dari sisi pengumpulan, penjagaan, dan pembelanjaannya. Kepala Direktorat Baitul Mal disebut Khazin Baitul Mal. Direktorat ini memiliki cabang di setiap wilayah dan disebut Shahib Baitul Mal.

PENERANGAN
Pasal 103
Instansi penerangan adalah direktorat yang menangani penetapan dan pelaksanaan politik penerangan Daulah demi kemaslahatan Islam dan kaum Muslim; di dalam negeri: untuk membangun masyarakat Islami yang kuat dan kokoh, menghilangkan keburukannya, dan menonjolkan kebaikannya dan di luar negeri: untuk memaparkan Islam dalam kondisi damai dan perang dengan pemaparan yang menjelaskan keagungan Islam dan keadilannya, kekuatan pasukannya, dan menjelaskan kerusakan sistem buatan manusia dan kezalimannya serta kelemahan pasukannya.
Pasal 104
Media informasi yang dimiliki warga negara tidak memerlukan izin. Tetapi hanya memerlukan pemberitahuan dan dikirimkan ke Direktorat Penerangan di mana direktorat diberitahu media informasi yang didirikan. Pemilik dan pemimpin redaksi media itu bertanggung jawab terhadap semua isi informasi yang disebarkan. Ia akan dimintai tanggungjawab terhadap setiap bentuk penyimpangan syar’i seperti individu rakyat lainnya.

MAJELIS UMAT
Pasal 105
Majelis umat adalah orang-orang yang mewakili kaum Muslim dalam menyampaikan pendapat, sebagai bahan pertimbangan bagi Khalifah. Orang-orang yang mewakili penduduk wilayah disebut Majelis Wilayah. Orang non-muslim dibolehkan menjadi anggota majelis umat untuk menyampaikan pengaduan tentang kedzaliman para penguasa atau penyimpangan dalam pelaksanaan hukum-hukum Islam.
Pasal 106
Anggota Majelis Wilayah dipilih secara langsung oleh penduduk wilayah tertentu. Jumlah anggota Majelis wilayah ditentukan sesuai dengan perbandingan jumlah penduduk setiap wilayah di dalam Daulah. Anggota-anggota Majelis Umat dipilih secara langsung oleh Majelis Wilayah. Awal dan akhir masa keanggotaan Majelis Umat sama dengan Majelis Wilayah.
Pasal 107
Setiap warga negara yang baligh, dan berakal berhak menjadi anggota majelis umat atau Majelis wilayah, baik laki-laki maupun wanita, muslim ataupun non-muslim. Hanya saja keanggotaan orang non-muslim terbatas hanya pada penyampaian pengaduan tentang kedzaliman para penguasa atau penyimpangan dalam pelaksanaan hukum-hukum Islam.
Pasal 108
Syura dan masyurah adalah pengambilan pendapat secara mutlak. Pendapatnya tidak mengikat dalam masalah tasyri’, definisi, masalah-masalah yang menyangkut pemikiran
seperti menyingkap hakekat fakta, masalah-masalah sains dan teknologi. Pendapat hasil syura dan masyurah mengikat Khalifah dalam perkara-perkara yang bersifat praktis, dan aktivitas yang tidak membutuhkan pembahasan dan penelitian.
Pasal 109
Syura merupakan hak bagi kaum Muslim saja dan bukan hak rakyat non-muslim. Adapun penyampaian pendapat boleh dilakukan setiap warga negara, baik muslim maupun non-
muslim.
Pasal 110
Persoalan-persoalan yang di dalamnya syura bersifat mengikat pada saat Khalifah meminta pendapat diambil berdasarkan pendapat mayoritas, tanpa mempertimbangkan pendapat tersebut tepat atau keliru. Selain perkara tersebut yang termasuk di dalam syura yang tidak bersifat mengikat, maka yang dipertimbangkan adalah kebenarannya, tanpa melihat lagi suara mayoritas atau minoritas.
Pasal 111
Majelis umat memiliki lima wewenang:
1. Dimintai pendapat oleh Khalifah dan menyampaikan pendapat kepada Khalifah dalam aktivita dan perkara-perkara praktis yang berkaitan dengan pemeliharaan urusan dalam masalah politik dalam negeri yang tidak memerlukan pendalaman dan penelitian yang mendalam seperti urusan pemerintahan, pendidikan, kesehatan, ekonomi, perdagangan, industri, pertanian dan sejenisnya, maka pendapat majelis umat dalam perkara tersebut bersifat mengikat. Adapun perkara-perkara yang memerlukan pembahasan mendalam dan penelitian, dan perkara-perkara teknik, sains, keuangan, angkatan bersenjata dan politik luar negeri, maka Khalifah berhak merujuk dan meminta pendapat Majelis dan pendapat majelis tidak bersifat mengikat.
2. Khalifah boleh menyampaikan hukum dan perundang-undangan yang ingin dilegislasi kepada majelis umat. Dan kaum Muslim yang menjadi anggota majelis berhak mendiskusikannya, serta menjelaskan salah benarnya. Jika mereka berselisih dengan Khalifah dalam metode legislasi, berupa ushul syariah yang telah dilegislasi di Daulah, maka penyelesaiannya dikembalikan kepada Mahkamah Madzalim. Pendapat Mahkamah dalam masalah ini bersifat mengikat.
3. Majelis umat berhak mengkritik Khalifah terhadap seluruh aktivitas yang telah dilaksanakan di Negara, baik menyangkut urusan dalam negeri, luar negeri, keuangan, angkatan bersenjata, maupun yang lainnya. Pendapat Majelis bersifat mengikat dalam masalah yang di dalamnya pendapat mayoritas bersifat mengikat. Dan pendapat Majelis tidak bersifat mengikat dalam masalah yang di dalamnya pendapat mayoritas tidak bersifat mengikat. Jika majelis umat berbeda pendapat dengan Khalifah dalam suatu aktivitas yang telah dilaksanakan dari aspek syar’i, maka hal itu dikembalikan kepada mahkamah madzalim, untuk memastikan syar’i dan tidaknya aktivitas tersebut. Dan pendapat mahkamah madzalim dalam hal itu bersifat mengikat.
4. Majelis umat berhak menampakkan ketidaksenangannya terhadap para Mu’awin, Wali, ‘Amil. Dan pendapat majelis dalam hal ini bersifat mengikat. Khalifah harus segera memberhentikan mereka. Jika pendapat Majelis Umat bertentangan dengan pendapat majelis wilayah tertentu dalam masalah keridhaan dan pengaduan atas Wali dan amil, maka pendapat Majelis Wilayah lebih diutamakan dalam hal itu.
5. Kaum Muslim yang menjadi anggota majelis umat berhak membatasi calon Khalifah dari mereka yang telah ditetapkan oleh Mahkamah Madzalim memenuhi syarat-syarat in’iqad, dan pendapat mayoritas anggota majelis dalam hal itu bersifat mengikat, sehingga tidak boleh dipilih kecuali calon yang dibatasi oleh Majelis.
SISTEM SOSIAL
Pasal 112
Hukum asal seorang wanita adalah ibu dan pengatur rumah tangga. Wanita merupakan kehormatan yang wajib dijaga.
Pasal 113
Hukum asal kehidupan kaum laki-laki terpisah dengan kaum wanita. Mereka tidak dapat berkumpul, kecuali terdapat suatu keperluan hidup yang dibolehkan syara’; atau mengharuskannya berkumpul, seperti ibadah haji dan jual beli.
Pasal 114
Wanita mendapatkan hak dan kewajiban yang sama dengan laki-laki, kecuali Islam mengkhususkannya untuk wanita atau laki-laki berdasarkan dalil-dalil syara’. Wanita memiliki hak berdagang, melakukan aktivitas pertanian, perindustrian dan melakukan berbagai macam transaksi/mu’amalat lainnya. Wanita dibolehkan memiliki setiap jenis pemilikan dan mengembangkan kekayaannya, baik sendiri maupun bekerja sama dengan orang lain; serta berhak menjalankan segala urusan kehidupan.
Pasal 115
Wanita boleh diangkat sebagai pegawai negeri, memilih anggota majelis umat dan menjadi anggota majelis umat, serta berhak memilih Khalifah dan membai’atnya.
Pasal 116
Seorang wanita tidak boleh memangku jabatan pemerintahan. Tidak boleh menjadi Khalifah, Mu’awin, Wali, atau Amil; dan tidak boleh memangku jabatan berhubungan dengan (kekuasaan) pemerintahan. Begitu pula tidak boleh menjabat sebagai Qadli Qudlat, Qadli Mahkamah Madzalim dan Amirul Jihad.
Pasal 117
Wanita bergaul dalam kehidupan khusus maupun umum. Di dalam kehidupan umum wanita boleh bergaul bersama kaum wanita, atau kaum laki-laki baik yang muhrim maupun yang bukan; selama tidak menampakkan auratnya kecuali wajah dan telapak tangan, tidak tabarruj dan tidak menampilkan lekuk tubuhnya. Didalam kehidupan khusus tidak boleh bergaul kecuali dengan seama kaum wanita, atau dengan dengan kaumlaki-laki yang menjadi muhrimnya. Tidak dibolehkan bergaul dengan laki-laki asing (bukan mahram). Di dalam kedua macam kehidupan itu, seorang wanita harus tetap terikat dengan seluruh hukum syara’.
Pasal 118
Wanita dilarang berkhalwat tanpa disertai mahramnya. Wanita dilarang melakukan tabarruj atau menampakkan auratnya di depan laki-laki asing (bukan mahram).
Pasal 119
Seorang laki-laki maupun wanita tidak boleh melakukan perbuatan yang dapat membahayakan akhlak atau mengundang kerusakan di tengah-tengah masyarakat.
Pasal 120
Kehidupan suami istr i adalah kehidupan yang menghasilkan ketenangan. Pergaulan suami istri adalah pergaulan yang penuh persahabatan. Kepemimpinan suami terhadap istri adalah kepemimpinan yang ber tanggung jawab, bukan kepemimpinan seperti seorang penguasa. Seorang istri diwajibkan taat, dan seorang suami diwajibkan memberi nafkah yang layak, menurut standar kebiasaan.
Pasal 121
Suami istri bekerja secara harmonis dalam melaksanakan tugas-tugas rumah tangga. Suami berkewajiban melaksanakan seluruh tugas-tugas yang dilakukan diluar rumah, sedangkan seorang istri berkewajiban melaksanakan seluruh tugas-tugas yang ada didalam rumah sesuai dengan kemampuannya. Suami wajib menyediakan pembantu dalam kadar yang memadai untuk membantu pekerjaan rumah tangga yang tidak dapat dilaksanakan istri.
Pasal 122
Pemeliharaan terhadap anak-anak adalah hak dan kewajiban wanita, baik yang muslimah maupun bukan, selama anak kecil tersebut memerlukan pemeliharaan perawatan. Apabila sudah tidak memerlukan pemeliharaan lagi dapat dipertimbangkan; jika ibu yang mengasuh anak atau walinya -kedua-duanya Islam-, maka terhadap anak tersebut diberikan pilihan untuk tinggal bersama orang yang dikehendakinya. Bagi orang yang dipilihnya maka ia berhak hidup bersamanya baik laki-laki ataupun wanita, tanpa membedakan lagi apakah anak tersebut laki-laki ataupun wanita. Apabila salah satu diantara keduanya itu non-muslim, maka terhadap anak tersebut tidak diberikan pilihan lain, kecuali diserahkan kepada pihak yang muslim.
SISTEM EKONOMI
Pasal 123
Politik ekonomi bertolak dari pandangan yang mengarah ke bentuk masyarakat yang hendak diwujudkan, saat pandangannya diarahkan untuk memenuhi kebutuhan. Bentuk masyarakat yang hendak diwujudkan harus dijadikan asas untuk memenuhi kebutuhan.
Pasal 124
Problematika ekonomi (terletak pada) distribusi harta dan jasa kepada seluruh individu masyarakat, serta memberi mereka peluang untuk memanfaatkannya dengan memberi kesempatan untuk mendapatkan dan memilikinya.
Pasal 125
Pemenuhan seluruh kebutuhan pokok setiap individu masyarakat harus dijamin pemenuhannya per individu secara sempurna. Dan kemungkinan setiap individu untuk dapat memenuhi kebutuhan sekunder semaksimal mungkin harus dijamin.
Pasal 126
Harta adalah milik Allah. Dia memberi hak penuh–secara umum- kepada manusia untuk menguasainya, maka dengan itu harta tersebut benar-benar menjadi hak miliknya. Dia pula
yang mengizinkan setiap individu untuk mendapatkannya, sehingga dengan izin yang bersifat khusus itu harta itu benar- benar menjadi miliknya secara nyata.
Pasal 127
Pemilikan itu ada tiga macam: pemilikan individu, pemilikan umum dan pemilikan negara.
Pasal 128
Pemilikan individu adalah hukum syara’ atas benda atau jasa, yang memberinya peluang bagi orang yang memilikinya untuk memperoleh manfaat serta mendapatkan imbalan dari
penggunaannya.
Pasal 129
Pemilikan umum adalah izin Allah -selaku pembuat hukum- kepada jama’ah (masyarakat) untuk memanfaatkan benda-benda secara bersama-sama.
Pasal 130
Setiap harta kekayaan yang penggunaannya tergantung pada pendapat Khalifah dan ijtihadnya, dianggap sebagai pemilikan negara seperti pajak, kharaj dan jizyah.
Pasal 131
Pemilikan individu terhadap kekayaan bergerak dan tidak bergerak terikat dengan lima sebab syar’i, yaitu:
a. Bekerja.
b. Warisan.
c. Kebutuhan mendesak terhadap harta kekayaan untuk mempertahankan hidup.
d. Pemberian kekayaan negara kepada rakyat.
e. Kekayaan yang diperoleh individu tanpa mengeluarkan biaya atau usaha keras.
Pasal 132
Penggunaan hak milik, terikat dengan izin dari Allah - selaku pembuat hukum-, baik pengeluaran maupun untuk pengembangan pemilikan. Dilarang ber foya-foya, menghambur-hamburkan harta dan kikir. Tidak boleh mendirikan perseroan berdasarkan sistem kapitalis, atau koperasi dan semua bentuk transaksi yang bertentangan dengan syara’. Dilarang mengambil riba, memanipulasi harta secara berlebihan, penimbuan, perjudian dan sebagainya.
Pasal 133
Tanah ‘usyriyah adalah tanah suatu negeri yang penduduknya masuk Islam, termasuk tanah Jazirah Arab. Tanah kharaj adalah tanah suatu negeri yang dibebaskan melalui peperangan atau perdamaian, kecuali tanah Jazirah Arab. Tanah ‘usyriyah menjadi hak milik individu, baik tanahnya maupun manfaatnnya. Sedangkan tanah kharaj (tanahnya) menjadi milik negara, dan manfaatnya milik individu. Setiap individu dibolehkan menjual/memberikan tanah ‘usyriyah, atau menjual/ memberikan manfaat tanah kharajiyah sesuai aqad/perjanjian yang dibolehkan syara’; serta dapat diwariskan seperti halnya kekayaan lainnya.
Pasal 134
Tanah mawaat (terlantar) dapat dimiliki dengan jalan membuka (menghidupkan) tanahnya dan memberinya batas/ pagar. Selain tanah mawaat, tidak dapat dimiliki kecuali dengan sebab-sebab pemilikan yang dibolehkan syara’, seperti waris, pembelian atau pemberian dari negara.
Pasal 135
Dilarang menyewakan lahan untuk pertanian secara mutlak, baik tanah kharaj maupun tanah ‘usyriyah. Muzara’ah –bagi hasil atas lahan pertanian- tidak diperbolehkan, tetapi musaqat -menyewa orang untuk menjaga dan menyiram kebun- dibolehkan.
Pasal 136
Setiap orang yang memiliki tanah (pertanian), diharuskan untuk mengelolanya. Baitul Mal memberikan modal kepada para petani yang tidak memiliki modal agar memungkinkan menggarap tanahnya. Setiap orang yang mentelantarkan tanahnya selama tiga tahun berturut-turut -tanpa mengolahnya-, maka tanahnya akan diambil dan diserahkan kepada yang lain.
Pasal 137
Pemilikan umum berlaku pada tiga hal:
a. Setiap sesuatu yang dibutuhkan masyarakat umum seperti lapangan.
b. Sumber alam (barang tambang) yang jumlahnya tidak terbatas, seperti sumber minyak.
c. Benda-benda yang sifatnya tidak dibenarkan dimonopoli seseorang, seperti sungai.
Pasal 138
Dilihat dari segi bangunannya, industri termasuk pemilikan individu, tetapi hukumnya tergantung pada produk yang diprosesnya. Jika produknya termasuk milik individu maka industri tersebut menjadi milik individu, seperti pabrik tenun/ pemintalan. Sebaliknya jika produknya termasuk pemilikan umum, maka industri tersebut menjadi milik umum, seperti pabrik besi.
Pasal 139
Negara tidak boleh mengalihkan hak milik individu menjadi hak milik umum. Pemilikan umum bersifat tetap berdasarkan jenis dan karakteristik kekayaan, bukan berdasarkan pendapat negara.

Pasal 140
Setiap individu umat berhak memanfaatkan sesuatu yang termasuk dalam pemilikan umum. Negara tidak dibenarkan mengizinkan orang-orang tertentu saja dari kalangan rakyat, untuk memiliki atau mengelola pemilikan umum.
Pasal 141
Negara boleh memagari sebagian tanah mati atau yang termasuk dalam pemilikan umum, untuk kemaslahatan yang dianggap negara sebagai kemaslahatan rakyat.
Pasal 142
Dilarang menimbun harta kekayaan, sekalipun zakatnya dikeluarkan.
Pasal 143
Zakat hanya diambil dari kaum Muslim, dan dipungut sesuai dengan jenis kekayaan yang sudah ditentukan oleh syara, baik berupa mata uang, barang dagangan, ternak maupun biji- bijian. Selain yang sudah ditentukan oleh syara’ tidak boleh dipungut. Zakat dipungut dari para pemiliknya, baik ia mukallaf yang akil baligh, atau pun bukan mukallaf, seperti anak kecil dan orang gila. Harta zakat disimpan/dipisahkan dalam bagian khusus di Baitul Mal, dan tidak dibagikan kecuali untuk satu atau lebih diantara delapan ashnaf yang tertera dalam al -Quran.
Pasal 144
Jizyah dipungut dari orang-orang dzimiy saja, dan diambil dari kalangan laki-laki baligh jika ia mampu. Jizyah tidak dikenakan terhadap kaum wanita dan anak-anak.
Pasal 145
Kharaj dipungut atas tanah kharaj sesuai dengan potensi hasilnya. Sedangkan tanah ‘usyriyah zakatnya dipungut berdasarkan produk nyata.
Pasal 146
Pajak dipungut dari kaum Muslim sesuai dengan ketentuan syara’ untuk menutupi pengeluaran Baitul Mal. Dengan syarat pungutannya berasal dari kelebihan kebutuhan pokok –setelah pemilik har ta memenuhi kewajiban tanggungannya dengan cara yang lazim-. Hendaknya diperhatikan bahwa jumlah pajak memenuhi kebutuhan negara.
Pasal 147
Setiap aktivitas yang diwajibkan syara’ terhadap umat untuk melakukannya, sedangkan didalam Baitul Mal tidak ada harta yang cukup untuk memenuhinya, maka kewajiban tersebut beralih kepada umat. Pada saat itu negara berhak mengumpulkan harta dari umat dengan mewajibkan pajak. Apa yang tidak diwajibkan syara’ terhadap umat, maka negara tidak dibenarkan memungut pajak dalam bentuk apapun, seperti memungut biaya untuk proses peradilan, atau urusan birokrasi, atau keperluan rakyat lainnya.
Pasal 148
Anggaran belanja negara memiliki pos-pos yang baku yang telah ditentukan hukum syara’. Rincian pos-pos anggaran dan nilainya untuk masing-masing bagian, serta bidang-bidang
apa saja yang memperoleh anggaran, semuanya ditentukan oleh pendapat dan ijtihad Khalifah.
Pasal 149
Sumber tetap pemasukan Baitul Mal berupa fa’i, jizyah, kharaj, seperlima harta rikaz dan zakat. Seluruh pemasukan ini dipungut secara tetap, baik diperlukan atau tidak.
Pasal 150
Apabila sumber tetap pemasukan Baitul Mal tidak mencukupi anggaran negara, maka negara boleh memungut pajak dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Untuk memenuhi biaya yang menjadi kewajiban Baitul Mal kepada para fakir, miskin, ibnu sabil dan pelaksanaan kewajiban jihad.
b. Untuk memenuhi biaya yang menjadi kewajiban Baitul Mal sebagai ganti jasa dan pelayanan kepada negara, seperti gaji para pegawai, gaji tentara dan santunan para penguasa.
c. Untuk biaya-biaya yang menjadi kewajiban Baitul Mal dengan pertimbangan kemaslahatan dan pembangunan, tanpa mendapatkan ganti biaya, seperti pembangunan jalan raya, pengadaan air minum, pembangunan masjid, sekolah dan rumah sakit.
d. Untuk kebutuhan biaya yang menjadi tanggung jawab Baitul Mal dalam keadaan darurat -bencana mendadak- yang menimpa rakyat, misalnya bencana kelaparan, angin topan, atau gempa bumi.
Pasal 151
Sumber pendapatan yang disimpan di Baitul Mal mencakup harta yang dipungut dari kantor cukai disepanjang perbatasan negara, harta yang dihasilkan dari pemilikan umum atau pemilikan negara, dan dari harta warisan bagi orang yang tidak memiliki ahli waris.
Pasal 152
Pengeluaran Baitul Mal disalurkan pada enam bagian:
a. Delapan golongan yang berhak menerima zakat. Mereka berhak mendapatkannya dari pos pemasukan zakat (di Baitul Mal).
b. Jika dari kas zakat tidak ada dana, maka untuk orang fakir, miskin, ibnu sabil, kebutuhan jihad dan gharimin (orang yang dililit hutang), diberikan dari sumber pemasukan Baitul Mal lainnya. Dan jika itupun tidak ada dana, maka para gharimin tidak mendapatkan sesuatu apapun. Untuk memenuhi kebutuhan orang fakir, miskin, ibnu sabil dan kebutuhan jihad, dipungut pajak. Negara harus meminjam uang untuk memenuhi kebutuhan tersebut apabila situasi dikhawatirkan menimbulkan bencana/malapetaka.
c. Orang-orang yang menjalankan pelayanan bagi Negara seperti para pegawai, penguasa dan tentara. Diberikan harta dari Baitul Mal untuk mereka. Apabila dana Baitul Mal tidak mencukupi, maka segera dipungut pajak untuk memenuhi biaya tersebut. Negara harus meminjam uang untuk memenuhi kebutuhan tersebut apabila situasi dikhawatirkan menimbulkan bencana/mala petaka.
d. Untuk pembanguan sarana pelayanan masyarakat yang vital seperti jalan raya, masjid, rumah sakit dan sekolah, mendapatkan biaya dari baitu mal. Apabila dana Baitul Mal tidak mencukupi, segera dipungut pajak untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
e. Pembangunan sarana pelayanan pelengkap mendapatkan biaya dari baitu mal. Apabila dana Baitul Mal tidak mencukupi maka pendanaannya ditunda.
f. Bencana alam mendadak, seperti gempa bumi dan angin topan biayanya ditanggung Baitul Mal. Apabila dana Baitul Mal tidak mencukupi maka negara mengusahakan pinjaman secepatnya, yang kemudian dibayar dari hasil pungutan pajak.
Pasal 153
Negara menjamin lapangan kerja bagi setiap warga negara.
Pasal 154
Pegawai yang bekerja pada seseorang atau perusahaan, kedudukannya sama seperti pegawai pemerintah -ditinjau dari hak dan kewajibannya-.Setiap orang yang bekerja dengan upah adalah karyawan/pegawai, sekalipun berbeda jenis pekerjaannya atau pihak yang bekerja. Apabila terjadi perselisihan antara karyawan dengan majikan mengenai upah, maka ditetapkan upah yang sesuai dengan standar kebiasaan masyarakat. Apabila perselisihannya bukan menyangkut upah, maka kontrak kerja (dijadikan patokan dan) disesuaikan dengan hukum-hukum syara’.
Pasal 155
Upah ditentukan sesuai dengan manfaat/hasil kerja maupun jasa, bukan berdasarkan pengalaman karyawan atau ijazah. Tidak ada kenaikan gaji bagi para karyawan, namun
mereka diberikan upah yang menjadi haknya secara utuh; baik berdasarkan hasil pekerjaannya atau menurut manfaat jasanya sebagai karyawan.
Pasal 156
Negara menjamin biaya hidup bagi orang yang tidak memiliki harta dan pekerjaan, atau jika tidak ada orang yang wajib menanggung nafqahnya. Negara kewajib menampung orang lanjut usia dan orang-orang cacat.
Pasal 157
Negara selalu berusaha memutar harta diantara rakyat, dan mencegah adanya peredaran harta pada kelompok tertentu.
Pasal 158
Negara memberikan kesempatan bagi setiap warganya untuk memenuhi kebutuhan pelengkap, serta mewujudkan keseimbangan ekonomi dalam masyarakat dengan cara sebagai berikut:
a. Dengan memberikan harta bergerak ataupun tidak bergerak yang dimiliki negara dan tercatat di Baitul Mal, begitu pula dari harta fa’i dan lain-lain.
b. Dengan membagi tanah baik produktif atau tidak kepada orang yang tidak memiliki lahan yang cukup. Bagi orang yang memiliki tanah tetapi tidak digarap oleh mereka, maka ia tidak mendapatkan jatah sedikitpun. Negara memberikan subsidi bagi mereka yang tidak mampu mengolah tanah pertaniannya agar dapat bertani/mengolahnya.
c. Melunasi hutang orang-orang yang tidak mampu membayarnya, yang diambil dari zakat atau fa’i dan sebagainya.
Pasal 159
Negara mengatur urusan pertanian berikut produksinya, sesuai dengan kebutuhan strategis pertanian untuk mencapai tingkat produksi semaksimal mungkin.
Pasal 160
Negara mengatur semua sektor perindustrian dan menangani langsung jenis industri yang termasuk kedalam pemilikan umum.
Pasal 161
Perdagangan luar negeri berlaku menurut kewarganegaraan pedagang, bukan berdasarkan tempat asal komoditas. Pedagang kafir harbi dilarang mengadakan aktivitas perdagangan di negeri kita, kecuali dengan izin khusus untuk pedagangnya atau komoditasnya. Pedagang yang berasal dari negara yang terikat perjanjian diperlakukan sesuai dengan teks perjanjian antara kita dengan mereka. Pedagang yang termasuk rakyat negara tidak diperbolehkan mengekspor bahan-bahan yang diperlukan negara, termasuk bahan-bahan yang akan memperkuat musuh baik secara militer, industri maupun ekonomi. Pedagang tidak dilarang mengimpor harta/barang yang sudah mereka miliki. Dikecualikan dari ketentuan ini adalah negara yang di antara kita dengan negara itu sedang terjadi peperangan secara riil “seperti Israel” maka diberlakukan hukum-hukum Darul Harb yang riil sedang memerangi Negara dalam seluruh interaksi dengan negara itu baik dalam perdagangan maupun yang lain.
Pasal 162
Setiap individu rakyat berhak mendirikan laboratorium penelitian ilmiah yang menyangkut semua aspek kehidupan. Negara wajib membangun laboratorium semacam ini.
Pasal 163
Setiap individu dilarang memiliki laboratorium yang memproduksi bahan yang kepemilikan mereka terhadap bahan-bahan itu dapat membahayakan umat atau negara.
Pasal 164
Negara menyediakan seluruh pelayanan kesehatan bagi seluruh rakyat secara cuma-cuma. Namun negara tidak melarang rakyat untuk menyewa dokter, termasuk menjual obat-obatan.
Pasal 165
Investasi dan pengelolaan modal asing diseluruh Negara tidak dibolehkan, termasuk larangan memberikan hak istimewa kepada pihak asing.
Pasal 166
Nagara mencetak mata uang khusus yang independen, dan tidak boleh terikat dengan mata uang asing manapun
Pasal 167
Mata uang negara terdiri dari emas dan perak, baik cetakan maupun lantakan. Negara tidak dibolehkan memiliki mata uang selain itu. Negara dibolehkan mencetak mata uang dalam bentuk lain, sebagai pengganti emas dan perak dengan ketentuan terdapat dalam kas negara cadangan emas dan perak yang senilai. Negara dapat mengeluarkan mata uang dari tembaga, perunggu ataupun uang kertas dan sebagainya, yang dicetak atas nama negara sebagai mata uang negara yang memiliki nilai yang sama dengan emas dan perak.
Pasal 168
Penukaran mata uang negara dengan mata uang asing dibolehkan seperti halnya penukaran antara berbagai jenis mata uang negara. Dibolehkan adanya selisih nilai tukar dari dua jenis mata uang yang berbeda dengan syarat transaksinya harus tunai dan tidak boleh ditangguhkan. Dibolehkan adanya perubahan nilai tukar tanpa ada batasan tertentu jika dua jenis mata uang itu berbeda. Setiap individu rakyat bebas membeli mata uang yang diinginkan, baik di dalam ataupun diluar negeri tanpa diperlukan izin.

POLITIK PENDIDIKAN
Pasal 169
Kurikulum pendidikan wajib berlandaskan akidah Islamiyah. Mata pelajaran serta metodologi penyampaian pelajaran seluruhnya disusun tanpa adanya penyimpangan sedikitpun dalam pendidikan dari asas tersebut.
Pasal 170
Politik pendidikan adalah membentuk pola pikir dan pola jiwa Islami. Seluruh mata pelajaran disusun berdasarkan dasar strategi tersebut.
Pasal 171
Tujuan pendidikan adalah membentuk kepribadian Islam serta membekalinya dengan berbagai ilmu dan pengetahuan yang berhubungan dengan kehidupan. Metode penyampaian pelajaran dirancang untuk menunjang tercapainya tujuan tersebut. Setiap metodologi yang tidak berorientasi pada tujuan tersebut dilarang.
Pasal 172
Waktu pelajaran untuk ilmu-ilmu Islam dan bahasa Arab yang diberikan setiap minggu harus disesuaikan dengan waktu pelajaran untuk ilmu-ilmu lain, baik dari segi jumlah maupun waktu.
Pasal 173
Ilmu-ilmu terapan -seperti olahraga- harus dipisahkan dengan ilmu-ilmu tsaqofah. Ilmu-ilmu terapan diajarkan menurut kebutuhan dan tidak terikat dengan jenjang pendidikan tertentu. Ilmu-ilmu tsaqofah diberikan mulai dari tingkat dasar sampai tingkat aliyah sesuai dengan rencana pendidikan yang tidak bertentangan dengan konsep dan hukum Islam. Ditingkat perguruan tinggi ilmu-ilmu tsaqofah boleh diajarkan secara utuh seperti halnya ilmu pengetahuan yang lain, dengan syarat tidak mengakibatkan adanya penyimpangan dari strategi dan tujuan pendidikan.
Pasal 174
Tsaqofah Islam harus diajarkan disemua tingkat pendidikan. Untuk tingkat perguruan tinggi hendaknya diadakan/dibuka berbagai jurusan dalam berbagai cabang ilmu ke-Islaman, disamping diadakan jurusan lainnya seperti kedokteran, teknik, ilmu pengetahuan alam dan sebagainya.
Pasal 175
Ilmu kesenian dan keterampilan dapat digolongkan sebagai ilmu pengetahuan, seperti perdagangan, pelayaran dan pertanian yang boleh dipelajari tanpa terikat batasan atau syarat tertentu; dan dapat juga digolongkan sebagai suatu kebudayaan apabila telah dipengaruhi oleh pandangan hidup tertentu, seperti seni lukis dan pahat yang tidak boleh dipelajari apabila bertentangan dengan pandangan Islam.
Pasal 176
Kurikulum pendidikan hanya satu. Tidak boleh digunakan kurikulum selain kurikulum negara. Tidak ada larangan untuk mendirikan sekolah-sekolah swasta selama mengikuti kurikulum negara dan berdiri berdasarkan strategi pendidikan yang di dalamnya terealisasi politik dan tujuan pendidikan. Hanya saja pendidikan di sekolah itu tidak boleh bercampur baur antara laki-laki dengan perempuan baik di kalangan murid maupun guru. Juga tidak boleh dikhususkan untuk kelompok, agama, mazhab, ras atau warna kulit tertentu.
Pasal 177
Pengajaran hal-hal yang dibutuhkan manusia dalam kehidupannya merupakan kewajiban negara yang harus terpenuhi bagi setiap individu, baik laki-laki maupun wanita pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Negara wajib menyediakannya untuk seluruh warga dengan cuma-cuma. Dan kesempatan pendidikan tinggi secara cuma-cuma dibuka seluas mungkin dengan fasilitas sebaik mungkin.
Pasal 178
Negara menyediakan perpustakaan, laboratorium dan sarana ilmu pengetahuan lainnya, disamping gedung-gedung sekolah, universitas untuk memberi kesempatan bagi mereka
yang ingin melanjutkan penelitian dalam berbagai cabang pengetahuan, seperti fiqh, ushul fiqh, hadits dan tafsir, termasuk di bidang ilmu murni, kedokteran, teknik, kimia, penemuan- penemuan baru (discovery and invention) sehingga lahir di tengah-tengah umat sekelompok besar mujtahidin dan para penemu.
Pasal 179
Tidak dibolehkan hak milik dalam mengarang buku-buku pendidikan untuk semua tingkatan. Tidak dibolehkan seseorang -baik itu pengarang maupun bukan- memiliki hak cetak dan terbit, selama sebuah buku telah dicetak dan diterbitkan. Jika masih berbentuk pemikiran yang dimiliki seseorang dan belum dicetak atau beredar, maka ia boleh mengambil imbalan karena memberikan jasa pada masyarakat, seperti halnya mendapatkan gaji dalam mengajar.




POLITIK LUAR NEGERI
Pasal 180
Politik adalah pemeliharaan urusan umat di dalam maupun luar negeri, dan dilakukan oleh negara bersama umat. Negara melaksanakan pengaturan secara praktis, sedangkan umat mengoreksi negara dalam pelaksanaannya.
Pasal 181
Setiap individu, partai politik, perkumpulan, jamaah (organisasi) tidak dibenarkan secara mutlak menjalin hubungan dengan negara asing manapun. Hubungan dengan negara asing hanya dilakukan oleh negara. Hanya negara yang memiliki hak mengatur urusan umat secara praktis. Umat dan kelompok- kelompok masyarakat wajib mengoreksi negara terhadap pelaksanaan hubungan luar negeri.
Pasal 182
Tujuan tidak menghalalkan segala cara. Metoda (thariqah) seiring dengan ide (fikrah). Jalan yang haram tidak dapat menghantarkan kepada yang wajib, bahkan kepada yang mubah sekalipun. Dan sarana-sarana politik tidak boleh bertentangan dengan metode politik.
Pasal 183
Manuver politik sangat penting dalam politik luar negeri. Kekuatannya terletak pada penampakan kegiatan dan merahasiakan tujuan.
Pasal 184
Keberanian dalam mengungkapkan pelanggaran criminal berbagai negara, menjelaskan bahaya politiknya yang penuh kepalsuan, membongkar persekongkolan jahat dan menjatuhkan martabat para pemimpin yang sesat, adalah cara yang paling penting dalam menjalankan politik.
Pasal 185
Menampilkan keagungan pemikiran Islam dalam mengatur urusan-urusan individu, bangsa dan negara, merupakan metode politik yang paling penting.
Pasal 186
Masalah politik umat adalah, Islam yang ditonjolkan dalam sosok negara yang kuat, penerapan hukum-hukumnya secara baik serta upaya terus menerus untuk mengemban dakwahnya ke seluruh dunia.
Pasal 187
Mengemban dakwah Islamiyah merupakan satu rangkaian yang tak terpisahkan dengan politik luar negeri, dan atas dasar inilah dibangun hubungan dengan negara-negara lain.
Pasal 188
Hubungan negara dengan negara-negara lain yang ada di dunia dijalankan berdasarkan empat kategori:
Pertama, negara-negara yang ada didunia Islam dianggap –seolah-olah-berada dalam satu wilayah negara, sehingga tidak masuk kedalam hubungan luar negeri, dan tidak dimasukkan dalam politik luar negeri. Negara wajib menyatukan negara- negara tersebut kedalam wilayahnya.
Kedua, negara-negara yang terikat perjanjian dibidang ekonomi, perdagangan, bertetangga baik atau perjanjian tsaqofah, maka negara-negera tersebut diperlakukan sesuai dengan isi teks perjanjian. Warga negaranya dibolehkan memasuki negeri-negeri Islam dengan membawa kartu identitas tanpa memerlukan paspor jika hal ini dinyatakan dalam teks perjanjian, dengan syarat terdapat perlakuan yang sama. Hubungan ekonomi dan perdagangan dengan negara-negera tersebut terbatas pada barang dan kondisi tertentu yang amat dibutuhkan, serta tidak menyebabkan kuatnya negara yang bersangkutan.
Ketiga, negara-negara yang -antara kita dengan mereka- tidak terikat perjanjian, termasuk negara-negara imperialis seperti Inggris, Amerika dan Perancis, begitu pula dengan negara-negara yang memiliki ambisi pada negeri-negeri Islam seperti Rusia; maka secara hukum (muhariban hukman) dianggap sebagai negara yang bermusuhan. Negara menempuh berbagai tindakan kewaspadaan terhadap mereka dan tidak boleh membina hubungan diplomatik. Warga negara-negara tersebut dibolehkan memasuki negeri-negeri Islam tetapi harus membawa paspor dan visa khusus bagi setiap individu untuk setiap kali perjalanan. Kecuali negara-negara tersebut menjadi muhariban fi’lan.
Keempat, negara-negara yang tengah berperang (muhariban fi’lan) seperti Israel, maka terhadap negara tersebut harus diberlakukan sikap dalam keadaan darurat perang sebagai dasar setiap perlakuan dan tindakan, baik terdapat perjanjian gencatan senjata atau tidak. Dan seluruh penduduknya dilarang memasuki wilayah Islam.
Pasal 189
Dilarang keras mengadakan perjanjian militer dan sejenisnya, atau yang terikat secara langsung dengan perjanjian tersebut, seperti perjanjian politik dan persetujuan penyewaan pangkalan serta lapangan terbang. Dibolehkan mengadakan perjanjian bertetangga baik, perjanjian dalam bidang ekonomi, perdagangan, keuangan, kebudayaan dan gencatan senjata.
Pasal 190
Negara tidak boleh turut serta dalam organisasi yang tidak berasaskan Islam atau menerapkan hukum-hukum selain Islam. Seperti organisasi internasional PBB, Mahkamamh Internasional, IMF, Bank Dunia. Begitu pula dengan organisasi regional seperti Liga Arab.


Sumber :
Hizbut Tahrir Indonesia
(Kitab Nizhomil Hukmi Fil Islam)